Kamis, 12 September 2019

Masalah Tenaga Kerja Indonesia

Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Masalah Tenaga Kerja Indonesia
A. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Kemiskinan telah mengakibatkan munculnya serangkaian masalah sosial. Masalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah masalah sosial. Sepanjang tahun pemerintah Indonesia selalu dipusingkan dengan permasalahan TKI. Sepanjang tahun pula, pemerintah bermasalaah dengan Negara pengimpor TKI karena kasus-kasus kekerasan dan pedeportasian para tenaga kerja. Dan sepanjang tahun pula, tak ada solusi dan kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI. Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa tindak lanjut, sementara nasib para TKI semakin tragis dan terkesan dibiarkan.
B. Masalah Tenaga Kerja Indonesia
1. Permasalahan TKI di Dalam Negeri
a. Percaloan
Secara hukum keberadaan calo ini dilegalkan oleh pemerintah dalam UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Sehingga kemudian, pemerintah menganggap wajar jika banyak calo TKI yang berkeliaran dimana-mana bahkan menebar penipuan di kalangan calon TKI. Seringkali para calon TKI tertipu oleh para calo. Ketidaktahuan mereka akan informasi dan ketiadaaan pengalaman, membuat mereka lengah. Dan akhirnya uang yang mereka setorkan lenyap dan calon TKI pun tidak jadi bekerja di luar negeri. Keberagaman biaya yang dipasang oleh lembaga penyalur TKI seperti PJTKI, membuat para calo bebas menentukan harga. Ini menunjukkan UU yang ada masih lemah dan belum jelas dan tegas dalam mengatur pasal mengenai TKI.
b. Kondisi di Tempat PenampunganTidak jarang para calon TKI nekat bunuh diri karena tidak tahan pada perlakuan petugas di tempat penampungan. Kasus Tarmini yang tewas karena melarikan diri dari LPTKI adalah contoh konkret tentang hal ini. Secara prosdural, seharusnya mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di penampungan, bahkan berhak untuk mendapatkan penyuluhan dan pelatihan mengenai apa yang harus dilakukan di luar negeri sana ketika mereka menjadi TKI. Tapi, pada kenyataannya mereka justru menjadi korban penyiksaan, kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi oleh petugas. Bahkan mereka diarkan selama berbulan-bulan di penampuangantanpa nasib yang jelas.
c. Penempatan KerjaBukan menjadi rahasia lagi kalau ternyata penyaluran TKI ini disisipi oleh praktek human trafficking. Para calon TKI bukannya disalurkan di tempat kerjanya di luar negeri, justru malah dijual untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Majalah Tempo Interaktif tanggal 12 Juli 2004 menuliskan bahwa 80% TKI yang ditampung di KBRI Kuala Lumpur adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menderita penyakit kelamin.
d. Posisi Tawar yang RendahPelanggaran HAM yang diterima para TKI itu kurang lebih disebabkan karena posisi tawar mereka rendah. Pertama, mereka adalah kelompok yang kurang pengetahuan, informasi dan keterampilan sehingga mudah dibodohi. Kedua, munculnya banyak lembaga penyalur tenaga kerja nasional yang tidak melaksanakan mekanisme pemberangkatan secara profesional sesuai standar kelayakan, sehingga banyak kasus TKI yang masuk ke majikan yang salah. Ketiga, para TKI ini banyak yang tidak berdokumen resmi. Bagi TKI yang tidak berdokumen, ketika mendapat pelanggaran HAM tidak akan diurusi oleh pemerintah dan KBRI. Karena secara hukum, tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang memegang dokumen resmi.
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Pandriono dan kawan-kawan menemukan beberapa sebab TKI berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi yakni lebih cepat, lebih murah, tidak perlu persyaratan administrasi yang rumit seperti ijasah dan sertifikat ketrampilan khusus, bisa ikut pemutihan yang akan diadakan negara tujuan, mencari pekerjaan di Indonesia sulit dan gaji rendah, ekonomi keluarga kurang, tertipu oleh janji calo, tergiur teman yang telah berhasil sebagai TKI, dan tidak adanya informasi tentang mekanisme menjadi TKI di luar negeri
e. DiskriminasiDalam perjalanan pulang ke Indonesia, TKI sering mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah. Penggunaan Terminal III di bandara Soekarno_Hatta adalah bentuk perlakuan yang diskriminatif terhadap TKI, dengan dalih demi kelancaran dalam mengatur kepulangan TKI. Padahal para TKI itu adalah sama-sama manusia yang harus mendapat perlakuan sama pula dengan orang lain. Banyak kasus yang terjadi akibat pengalokasian di Terminal III ini para TKI sering diperas dan diincar oleh para penjahat. Karena mereka sudah tahu bahwa Terminal III adalah rombongan TKI yang pulang dengan membawa banyak uang. Akibatnya, mereka korban pungutan liar.
2. Permasalahan TKI di Luar Negeri
a. Tidak Digaji
Seringkali TKI yang sudah bekerja di luar negeri tidak di gaji oleh majikannya. Bahkan mendapatkan bomus penyiksaan dari nyonya rumah, pemerkosaan oleh tuan rumah, dan berbagai penyiksaan-penyiksaan lain. Sudah banyak kasus yang terjadi akibat penempatan TKI yang salah sasaran. TKI ini karena miskin pengetahuan, sehingga tertipu oleh majikan kalau uang gajinya disimpan untuk dibayarkan ke depan. Kasus Nirmala Bonat (19) dari NTT yang disiksa oleh majikannya di Arab Saudi dan tidak di gaji oleh majikannya adalah contoh nyata untuk masalah ini.
b. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia). Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks.
c. PenganiayaanNormawati dari Kopbumi (Konsorsium pendamping buruh migrant Indonesia) mengatakan bahwa dalam Januari 2004 saja paling tidak ada 80 orang TKI yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Polri karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri. Jumlah ini belum termasuk yang dipulangkan secara paksa tanpa sepengetahuan petugas.
d. PerkosaanPerkosaan ini banyak menimpa TKW. Baik itu oleh majikan, petugas di tempat penampungan, atau orang lain yang terkait dengannya selama ia menjadi TKW di luar negeri.
e. Jeratan HukumSepanjang tahun ini ada dua kasus TKI divonis hukuman mati, atas berbagai macam tuduhan, misalnya penganiayaan sampai pembunuhan terhdap majikannya. Dan pemerintah belum bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini, dengan alasan kondisi peraturan dan hukum yang berbeda di tiap Negara.
f. PendeportasianKasus ini disebabkan karena TKI banyak yang tidak memiliki dokumen resmi. Padahal, banyak juga TKI yang dokumennya ditahan sehingga tidak bisa melakukan apa-apa ketika harus dideportasi.
g. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI. Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks. Berdasarkan identifikasi di atas, maka permasalahan TKI sebetulnya dimulai sejak mereka mengurus keberangkatan sampai ke tempat penampungan dan di tempat kerja mereka di luar negeri.
C. Bentuk Perlindungan Bagi TKIPerlindungan pada TKI harus dilakukan pada prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas untuk melindungi para TKI. Sebagaimana yang dilansir buruhmigran.or.id  dalam artikel berjudul Perlindungan Sosial untuk TKI (3) pada 25 Juni 2012, beberapa payung hukum tersebut sebagai berikut. 
-    UU No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3783).
-    UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4279)
-    UU RI No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
-    UU RI No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

D. Solusi dari Permasalahan TKI
1. Mengoptimalkan Peran Institusi Dan Layanan Bagi TKI
Peran sebuah institusi untuk TKI sangat besar. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja, mengatur penempatan dan prosedur, menfasilitasi kebutuhan, dan menciptakan layanan yang terbaik. Pemerintah pun sudah membuat institusi untuk mengatur dan melayani TKI seperti BNP2TKI dan BP3TKI. BNP2TKI yang  memiliki layanan yang sangat bagus. Misalnya (bnp2tki.com, 30/6/2012)
-    Layanan penempatan Program G to G (Goverment to Goverment) dan Program P to P. Program G to G adalah penempatan TKI ke luar negeri oleh pemerintah yang hanya dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Negara-negara yang terlibat dalam program tersebut adalah Korea Selatan, Jepang, dan Timor Leste. Adapun Program P to P adalah TKI yang bekerja atas inisiatifnya sendiri.
-    Layanan informasi yang meliputi layanan penerbitan KTKLN, Layanan Pendataan dan Kepulangan TKI, Layanan Pengaduan Call Center, Layanan Call Center Informasi Penempatan dan Perlindungan TKI, Layanan Pengadaan Jasa dan Barang Secara Elektronik (LPSE), dan Layanan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)
-    Layanan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon TKI
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Asuransi Calon TKI 
-    Perbaikan jajaran pemimpin di institusi TKI. Pemimpin orang yang kompeten, tegas, dan jujur. Mengapa? Pemimpin yang kompeten akan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mampu mempermudah dan memfasilitasi kebutuhan TKI. Adapun sikap tegas sangat diperlukan untuk menindak tegas para oknum yang melakukan penyelewengan terhadap TKI  dan bergegas pula dalam menyikapi, menindak, dan memutuskan berbagai persoalan yang membelit ruang lingkup TKI.
-    Perbaikan staff dan petugas di setiap layanan di institusi TKI. Staff dan petugas harus jujur dan kompeten. Kompetensi diperlukan agar setiap kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme kerja. Adapun jujur menjadi hal yang wajib dimiliki  agar tidak terjadi upaya-upaya penyelewengan atau pungutan liar pada TKI.  
-    Institusi harus memperbaiki kualitas layanan. Prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Harus dicantumkan denah prosedur yang jelas di gedung dan loket layanan. Kelengkapan dokumen yang harus dibawa pun dicantumkan berikut biaya yang dihabiskan. Denah prosedur dan dokumen tidak hanya dipasang di gedung, melainkan juga diumumkan di website agar semua orang bisa mengakses pengumuman tersebut. Selain itu, pengunggahan data sekaligus digunakan sebagai tolak ukur untuk mengkritisi pelaksanaan layanan. Jika ditemukan penyelewengan atau ketidaksesuaian dengan prosedur, maka bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang.
-    Setiap layanan harus disosisalisasikan pada masyarakat  umumnya, dan pada calon TKI khususnya. Sosialisasi harus dilakukan lewat berbagai media seperti media cetak, media elektronik, dan website. Sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah missunderstanding terhadap layanan yang diperuntukkan pada TKI. Selain itu, sosialisasi juga mencegah munculnya layanan TKI palsu yang merugikan masyarakat.
-    Mengadakan evaluasi atas layanan yang telah dijalankan. Evaluasi tersebut meliputi kinerja para petugas yang melakukan pelayanan, respon para pengguna layanan (TKI dan orang yang berkepentingan) yang merasa puas/tidak puas/dirugikan/terbantu atas layanan yang tersedia, efektivitas layanan, efisiensi layanan, dampak positif-negatif layanan, dan upaya perbaikan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Evaluasi tidak hanya dilakukan secara tertutup, melainkan bisa juga melibatkan para TKI sebagai responder dan mengundang awak media untuk mensosialisasikan hasil evaluasi agar diketahui masyarakat dan sebagai wujud keterbukaan atas munculnya kritik dan saran yang positif.
-    Prapenempatan. Pada masa ini, institusi berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab untuk mengurusi keperluan TKI yang akan berangkat ke luar negeri.  Institusi membuka pelayanan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu pelayanan administrasi dan pelayanan praktek. Pertama, pelayanan administrasi berkaitan dengan pengurusan dokumen, kelangkapan administrasi, dan surat-menyurat. Pada layanan ini, prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Kedua, pelayanan praktek yang berkaitan dengan proses pembekalan kompetensi pada calon TKI. Misalnya Balai Latihan Kerja. Pada pelayanan ini, harus benar-benar dipastikan bahwa pembekalan kemampuan TKI berlangsung optimal. Dengan demikian para calon TKI kita mendapatkan keterampilan yang baik dan bisa menjadi bekal mereka untuk merantau ke luar negeri.
-    Penempatan. Pada saat penempatan, institusi berperan sebagai pengawas. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi keselamatan para TKI dan memberikan perlindungan bagi mereka. Di sinilah saat pemerintah dan institusi TKI harus benar-benar bekerja keras agar tidak teradi kasus kekerasan majikan pada TKI, penahanan gaji, dan lain-lain.
-    Purnapenempatan. Pada saat purnapenempatan, institusi TKI berperan sebagai fasilitator kembali. Artinya institusi bertanggung jawab untuk mengurusi dokumen dan administrasi kepulangan para TKI. Selain itu, mereka juga harus memberikan pembekalan pada purna-TKI tentang cara berwirausaha, mengatur keuangan, dan merencanakan kehidupan masa depan. Pembekalan macam ini sangat penting agar kehidupan para purna-TKI akan lebih baik.
2. Mendirikan Perwakilan RI Diseluruh Negara Tujuan Penempatan TKIPerwakilan RI ini sangat penting didirikan di setiap negara penempatan TKI karena mereka adalah institusi yang bertanggung jawab untuk mengurusi masalah TKI di negara tersebut. Merekalah yang bertugas mengurusi paspor, memfasilitasi kebutuhan TKI, dan menyelesaikan masalah yang dialami TKI. Tanpa ada perwakilan RI di negara penempatan, sangat terbuka ruang penyelewengan yang dialami oleh para TKI, seperti yang terjadi di Taiwan.
3. Melakukan Pengawasan Dan Perbaikan PJTKIPJTKI adalah badan atau lembaga yang menawarkan jasa untuk menyalurkan tenaga kerja ke negara tetangga. Sayang, muncul berbagai kasus PJTKI nakal. Mereka melakukan berbagai pelanggaran seperti pemaksaan seseorang menjadi TKW, pemalsuan dokumen, identitas, umur, hingga pelanggaran UU Perlindungan Anak. Berdasarkan data yang dilansir oleh Polda Metro Jaya, tercatat 11 kasus pelanggaran PJTKI sejak januari -juni 2011 (metro.news.viva.co.id, 22/6/2011)
Ringkasan Materi
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Permasalahan TKI dibagi menjadi dua bagian yaitu permasalahan tenaga kerja Indonesia dalam negeri dan luar negeri. Permasalahan TKI dalam negeri yaitu percaloan, kondisi penempatan TKI yang buruk, penempatan kerja yang buruk, posisi tawar yang rendah, diskriminasi. Permasalahan TKI luar negeri yaitu tidak digaji, penahanan dokumen, penganiayaan, pemerkosaan, jeratan hukum, pendeportasian.
Solusi dalam mengatasi permasalahan TKI dan langkah yang harus diambil pemerintah adalah mengoptimalkan pelayanan bagi TKI, mendirkan perwakilan RI diseluruh negara tempat tujuan TKI, melakukan pengawasan dan perbaikan badan lembaga perlindungan dan penanganan TKI.
KesimpulanPersoalan Tenaga Kerja Indonesia merupakan gambaran konkrit kemiskinan perempuan. Selama pemerintah masih belum bisa mengatasi kemiskinan, dan mensejahterakan warganya, maka jangan harap kebijakan penghentian TKI akan mampu meredam masalah. Ini justru akan menimbulkan dampak lebih besar di Indonesia, karena pengangguran jelas akan semakin bertambah.
Sebaiknya pemerintah segera membuat kebijakan berupa Undang-Undang bukan hanya sekedar rancangan belaka. Disamping itu pula lembaga-lembaga yang menangani penyaluran Tenaga Kerja Indonesia lebih memperketat pegawasan serta mempemudah akses perempuan tersebut utuk kembali ke Negaranya sesuai prosedur yang telah berlaku, sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKARusli Said (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: LP3ES
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja
http://www.bnp2tki.go.id/
Rahardja Prathama (2006). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit Faktas Ekonomi Universitas Indonesia
Suherman Rosyidi (2011). Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Rajagrafido Persada




Kelompok Kerja Swakelola

Sistem Pengendalian Manajemen
Kelompok Kerja Swakelola

Kelompok atau group didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama berupaya mencapai tujuan. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang para anggotanya saling berinteraksi terutama untuk saling berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam wilayah kewenangannya masing-masing.
Kelompok kerja swakelola adalah salah satu perkembangan baru yang paling berpengaruh dalam desain pekerjaan yang merupakan kumpulan oraang-orang yang diberdayakan dan mampu menetapkan sendiri tujuan, memecahkan masalahmereka sendiri, mengambil keputusan mereka sendiri, dan merespon tuntutan tuntutan yang perlu dalam lingkungan mereka selama dianggap cocok.
Kelompok kerja swakelola adalah salah satu perkembangan baru yang paling berpengaruh dalam desain pekerjaan yang merupakan kumpulan oraang-orang yang diberdayakan dan mampu menetapkan sendiri tujuan, memecahkan masalahmereka sendiri, mengambil keputusan mereka sendiri, dan merespon tuntutan tuntutan yang perlu dalam lingkungan mereka selama dianggap cocok. Pada hakekatnya kelompok swakelola bersifat lintas fungsional dan anggota-anggotanya menjalankan sendiri kewajiban-kewajiban mereka, sehingga tidak perlu diawasi penyedia atau mandor sebagaimana biasanya. Jadi kelompok ini sangat penting karena mengurangi lapisan hirarki kepemimpinan dan mempercepat respons organisasi. Kelompok ini penting dalam penjadwalan, seleksi personel, pelatihan dan evaluasi para anggota kelompok , penyelesaian konflik serta distribusi imbalan kepada anggota-anggotanya.
Swakelola menghapuskan pembagian kerja permanen antara manajer dan pekerja. Pada prinsipnya, mereka yang melakukan kerja produktiflah  mulai dari membuat, merancang, merawat peralatan, mengumpulkan informasi, mengalokasikan peruntukan, dan seterusnya, yang memanajemeni kerja-kerja mereka sendiri. Swakelola bermakna pekerja mengelola pekerjaan mereka secara mandiri, oleh karenanya tidak diperlukan lagi manajer professional ataupun manajemen hirarkis.
Hasil-hasil penelitian memberikan nilai plus bagi inovasi desain kerja ini karena banyak manfaat positif yang diperoleh, termasuk produktifitas yang tinggi, tinggkat kehadiran yang lebih baik, penurunan tingkat masuk karyawan serta peningkatan kualitas produk dan kualitas hidup pekerjaan para karyawan.
 
Untuk dapat mengarahkan diri sendiri (self directed) diperlukan pemahaman proses : “Tahap-tahap dalam perkembangannya adalah tahap awal, tahap kebingungan, tahap dimana pimpinan menjadi sentral, tahap pembentukan kelompok-kelompok kerja dan akhirnya tahap-tahap kelompok kerja yang mengarahkan diri sendiri.”
Batu loncatan berikut ini penting sekali dalam pembentukan kelompok-kelompok swakelola yang sukses :
1.    Sadarnya bahwa kelompok-kelompok kerja yang self-diricted dibentuk hanya untuk satu periode waktu tertentu saja. Kelompok kelompok ini tidak bisa diharapkan berfungsi sempurna jika selalu terjadi bongkar pasang.
2.    Pelatihan kesadaran harus dilakukan jauh sebelum pembentukan kelompok dan harus difokuskan pada pemahaman bersama mengenai apa yang diharapkan, identitas bersama, dan peran yang dimankan oleh setiap anggota.
3.    Ingat bahwa setiap kelompok bersifat unit serta harus diberikan pelatihan dan perhatian khusus sesuai dengan masalah yang dihadapi.
4.    Ketahuilah bahwa tidak ada seorangpun yang menyukai upaya pemberdayaan karena itu bersiaplah menghadapinya.
5.    Ciptakan kebijaksajaan dimana setiap orang harus percaya dan harus benar bahwa tidak ada seorangpun akan menderita karena perbaikan perbaikan dalam produktivitas melalui upaya-upaya kelompok.

Kearifan
“Sulit untuk menemukan organisasi yang mencapai peningkatan produktifitas dan kualitas yang siknifikan dan berkelanjutan tanpa peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengelolaan perusahaan.” Bagi Catalytica Associates, sebuah pabrik penghasil produk kimia, setiap kelompok swakelola bertanggung jawab dalam memproduksi satu bagian produk. Struktur kelompok ini datar sehingga banyak keputusan yang diambil didalam unit sendiri. (James A. Cusumano, “The Winning Team”, Chemical Marketing Reporter, 11 April 1994, hal.SR.11.)
Menurut Jack Orsburn, kelompok kerja yang self directed meningkatkan kualitas, menekan biaya, meningkatkan efektifitas penjadwalan, dan pengambilan keputusan. (Nancy A. Hitchcock, “Can Self-Managed Teams Boost Your Botton Line?”, Modern Materials Handling, Februari 1993, hal 57.)
Setiap anggota kelompok harus memiliki keterampilan interpersonal khusus, terutama keterampilan berkomunikasi. Tanggung jawab bersama atas hasil yang dicapai bersifat wajib, karena merupakan kebijakan pekerjaan anda. Swakelola, pada akhirnya akan berarti bahwa setiap orang akan menginternalisasikan peran dan tanggung jawab para penyelia dan mandor. Untuk melakukan ini, setiap orang harus memiliki akses terhadap informasi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan guna menganalisa, menginterpretasi dan menggunakan informasi tersebut.

Kelompok-kelompok kerja harus sering bertemu, termasuk untuk saling mengenal, menganalisa upaya upaya yang sudah dilakukan dan memikirkan pekerjaan-pekerjaan yang akan datang. Keunggulan kelompok kerja swakelola (Mahmoud Salem, Harold Lazarus dan Joseph Cullen,”Developing Self-Managing Teams: Structure and Performance”, Journal of Management Development, Vol II No 3, 1992, hal.24.) adalah :
1.    Penurunan absensi
2.    Peningkatan produkktifitas
3.    Peningkatan kepuasan kerja karyawan
4.    Angkatan kerja yang memiliki keterampilan beragam
5.    Fleksibilitas yang semakin tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan
6.    Berkurangnya kebutuhan akan manager

Jika anda membentuk kelompok-kelompok swakelola dengan menggunakan model penyelia pemimpin ada beberapa cara yang dapat digunakan para penyelia untuk menginspirasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kelompok. Pedomannya antara lain sebagai berikut :
1.    Penyelia harus dihormati dan dipercaya
2.    Anggota-anggota kelompok harus sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab kepada kelompok
3.    Kelompok harus diberikan kebebasan dan kewenangan sebanyak mungkin
4.    Para manager harus ingat bahwa membangun kelompok yang saling bergantung membutuhkan waktu
5.    Para anggota kelompok harus terus disibukkan dan ditantang guna membentuk rasa tanggung jawab
6.    Para penyelia harus menekankan tanggung jawab harian dan memberi pujian kepada anggota kelompok jika mereka memang berhak untuk mendapatkannya
7.    Kelompok harus diperbolehkan membentuk pernyataan misinya sendiri dan menetapkan tujuan-tujuannya sendiri
8.    Para penyelia membiarkan para anggota kelompok saling mendiskusikan deskripsi pekerjaan masing-masing dan, jika perlu meluruskannya
9.    Kelompok harus berpandangan luas
10.    Superfisi kelompok harus seminimal mungkin
11.    Yang harus diperhatikan adalah bahwa potensi kesalahan akan selalu ada
 
Jika kelompok kerja ingin berhasil, keterampilan keterampilan yang saling berhubungan berikut ini harus ada :
1.    Semangat mendengarkan secara aktif
2.    Komunikasi
3.    Pemecahan masalah dan konseling
4.    Pengembangan kelompok
5.    Alokasi pekerjaan
6.    Hubungan-hubungan kelompok
7.    Delegasi
8.    Standar kualitas
9.    Penetapan tujuan
10.    Manajemen interaktif
11.    Pengambilan keputusan yang partisipatif
 
Produktivitas merupakan sebuah proses berkelanjutan jika individu-individu diberi motivasi dan melaksanakan penugasan konseptual atau yang kaya informasi. Pikiran kreatif selalu berperan dan jika kondisinya tepat, maka fokus pada hasil hasil produktif tidak hanya mungkin tetapi bisa dicapai. Ini dapat terhambat jika individu-individu atau organisasi mengganggu para kontributor dengan mengalihkan perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang bersifat politis, karir dan kehidupan organisasi. Kerugian yang akan timbul tak ternilai jika sistem manusia, dikecewakan oleh kepicikan ditempat kerja, ketika implus-implus kreatif dibuat tak berdaya
Menurut Wolf Schnitt of Rubbermaid, kelompok-kelompok swakelola adalah kunci bagi inovasi dan tanggung jawab :
Bentukan serangkaian kelompok yang mereplikasi struktur manajemen induk, seperti daun-daun pada sebatang pohon. Berikan tanggung jawab kepada masing-masing kelompok untuk menciptakan, menyempurnakan dan memasarkan produk. Jika ada jens produk baru, bentuklah kelompok baru pula untuk menanganinya. Dan jika produk telah melewati rentang hidupnya bebarkan kelompok tersebut, menurut Schmitt “pabrik tentu akan kehilangan sebagian dari dirinya, tetapi tidak akan mati karenanya. Sebaliknya semangatnya akan berpindah ke bagian lain dari pabrik tersebut” (Mrdhell Loeb, “How to Grow A New Product Every Day”, Fortune, 14 November 1994, hal.269.) Ini akan menimbulkan perasaan memiliki dan kewiraswastaan dalam kelompok-kelompok tersebut dan akan memungkinkan perusahaan masuk-keluar pasar dengan cepat
Gaya informal, tidak birokratis, dan dengan biaya rendah, yang menjadi ciri W.L Gore & Associates, pada saat pendirinya sudah tidak efektif  lagi, namun perusahaan ini kini memiliki lebih dari 5000 karyawan dan penjualannya meningkat pesat mendekati $1 milyar. Garis-garis komunikasi langsung tanpa perantara. Tidak ada otoritas yang tetap dan didelegasi. Tidak ada otoritas yang tetap dan didelegasikan. Yang ada adalah sponsor bukan atasan. Kepemimpinan alamiah didefinisikan sebagai sponsorship. Berbagai tujuan ditetapkan oleh mereka yang harus “mewujudkan” pencapaiannya. Tugas dan fungsi-fungsi diatur melalui komite. Ini adalah dasar dari apa yang mereka sebut organisasi kisi-kisi. (Frank Shipper, Charles C.Manz, “Employee Self-Management Without Formally Designated Teams : An Alternative Road to Empowerment”, Organizational Dynamics, Winter 1992, hal. 50-54.)
Pada pabrik kardus Baltimore, salah satu pabrik Chesapeake Packaging Co., yang berbasis di Richmond, VA, terdapat delapan “perusahaan” yang dibentuk oleh manager pabrik, Bob Argabright. Perusahaan-perusahaan ini berhubungan dengan departemen-departemen pada pabrik sejenis lainnya. Tidak seperti departemen, perusahaan perusahaan ini memilih sendiri pemimpin mereka, melakukan sendiri penerimaan pegawai dan menemukan sendiri proses-proses pekerjaan mereka. Mereka bertanggung jawab atas anggaran, produksi, dan tingkat kualitas. Mereka menghadapi sendiri pelanggan mereka, urusan internal dan eksternal. Pabrik baltimore mengalami kerugian ketika diambil alih. Arggabright pada tahun 1988. Pabrik ini berhasil mengubah keuntungan yang kecil pada tahun 1991 dan kemudian meningkat 60% pada tahun berikutnya, semua terjadi pada volume penjualan yang relatif sama. (John Case,”A Company of Bussinesspeople”,Inc.,April 1993, hal.79.)
Harapan Semu
   
 Sebuah hasil survei terhadap 20 orang yang pernah bekerja dalam kelompok swakelola menunjukkan bahwa dari mereka yang gagal atau ragu ada lima pokok yang tampak :
1.    Ketidak percayaan karyawan kepada motif-motif manajemen
2.    Apa yang diharapkan kurang jelas
3.    Resistensi
4.    Lemahnya keterampilan partisipatif manejemen
5.    Rendahnya komitmen manajemen puncak
Hambatan-hambatan tersebut saling berkaitan. Jika para manajer tidak memiliki keterampilan partisipatif yang baik, maka kepercayaan karyawan akan menurun. Jika orang-orang tidak tahu apa yang diharapkan maka mereka akan cenderung menghambat. Jika manajer tidak terlibat dalam partisipasi, maka komitmen mereka akan rendah. (Darcy Hitchcock,”Overcoming the Top Ten Team Stoppers”,Journal for Quality and Participation, Desember 1992,hal.42.)
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan sering tampak berlebihan pada saat sebuah kelompok berhadapan dengan berbagai permasalahan. Beberapa orang berpendapat hal ini akan mempersulit proses pengambilan keputusan. Kegagalan juga disebabkan olah pelatihan yang tidak memadai, veto manajemen terhadap keputusan-keputusan kelompok sistem kompensasi dan imbalan yang tidak memadai, kurangnya penghargaan dan dukungan yang berkelanjutan.
Perusahaan-perusahaan biasanya melakukan enam kesalahan umum dalam membentuk dan melatih kelompok :
1.    Mencampuradukan upaya saling mengenal dengan pembentukan keterampilan
2.    Memberikan pelatihan sensitivitas, bukan pelatihan keterampilan perilaku,
3. Mencampuradukan antara upaaya memperoleh pengetahuan dengan upaya memperoleh keterampilan
4.    Berusahan agar pelatihan berlangsung dengan cepat dan mudah
5.    Melakukan hal-hal yang salah pada saat waktu yang tidak tepat
6.  Membeli program-program pelatihan yang tidak efektif yang kelihatannya baik tetapi tidak menghasilkan perubahan perilaku yang berarti.

Komitmen Yang Diperlukan
    Disamping waktu, kelompok-kelompok swakelola membutuhkan pelatihan atau kursus-kursus penyegaran, guna pembentukan keterampilan dan waktu untuk memproses masalah-masalah yang timbul dalam pekerjaan mereka. Pada awalnya hal ini akan menganggu manajer dan karyawan karena pemborosan waktu yang tak kunjung selesai dan kerumitan persoalan yang akan timbul. Namun demikian dengan adanya pelatihan dan keterampilan fasilitasi, manajer dapat membantu kelompok untuk melewati tahap yang sulit ini dan memperoleh dasar yang tepat bagi pengembangan diri. Kemudian ketika kesulitan-kesulian awal mulai berkurang, waktu akan bisa dihemat dengan beberapa cara, pertama karena rutinitas-rutinitas baru akan lebih efisien dan kedua dengan bekerja sama secara kontinyu, para anggota kelompok akan belajar menempu jalan pintas dalam proses serta memahami bakat dan keterbatasan teman-temannya dan bagaimana memanfaatkannya dalam tanggung jawab yang mereka emban bersama.
    Dukungan manajemen sangat penting “Dalam penelitian terhadap 4500 kelompok pada lebih dari 500 organisasi, Wilson Learning Corp. menemukan bahwa infrastruktur, kebijakan dan prosedur organisasi yang ada sering menimbulkan ancaman bagi keberhasilan kelompok-kelompok kerja.” (Erica Gordon Sorohan,”Training and Development, April 1994 hal.14) Jadi lingkungan harus dipersiapkan untuk menerima fokus baru pada kelompok dan pelatihan keterampilan interpersonal, dan manajemen kelompok harus mampu mengatasi konflik-konflik dan kemacetan yang tidak dapat dihindari. Organisasi dapat memilih karyawan dan memperkerjakan mereka yang cocok dengan lingkungan seperti ini, namun kebijakan dan struktur juga harus konsisten dengan tujuan dibentuknya kelompok kerja. Jika karyawan tidak cepat siap maka pelatihan untuk mengatasi ketidak mampuan anda dalam bekerja dilingkungan swakelola dan keraguan anda untuk bertindak demikian, akan berlangsung lama. 
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kerja swakelola adalah kelompok kerja yang dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan organisasinya dilakukan sendiri baik pengambilan keputusan menetapkan tujuan, memecahkan masalah dan merespons tindakan-tindakan yang perlu dilakukan dalam lingkungan mereka apabila dianggap cocok, seolah-olah peran manajer tidak terlihat.


Selasa, 03 September 2019

Standarisasi Pendidikan Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru

 
Kompetensi Pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi pedagogik dalam Standar Nasional Pendidikan seperti yang dikutip oleh Mukhlis (2009:75) adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa yang dimaksud 'guru' adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum pasal 1 PP No. 19/2005, yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Pendidikan merupakan kunci dari keberhasilan suatu bangsa, oleh sebab itu pendidikan melalui jalur formal perlu ditingkatkan. Penyelenggaraan pendidikan formal tersebut harus dikelola scara profesional oleh orang-orang yang profesional pula agar tercapainya mutu pendidikan sebagai mana yang diharapkan. Pelaksanaan akredidasi sekolah merupakan cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dalam pelaksanaan akreditasi menggambarkan hasil yang telah dicapai oleh sekolah dalam menyelenggarakan sekolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sekolah-sekolah yang telah diakreditasi khusussnya di Sumsel baru mencapai 75,50 %.
Dari sekolah yang telah diakreditasi tersebut, ada 2,32 % yang tidak terakreditasi dari berbagai jenjang pendidikan. Hasil Akreditasi menunjukkan bahwa dari delapan standar pendidikan yang di tetapkan Diknas, ternyata standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, yang sangat lemah yang mengakibatkan standar pengelolaan dan standar prosesnya pun masih kurang.

Akreditasi Sekolah
Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Hasil akreditasi Sekolah, diwujudkan dalam bentuk peringkat kelayakan yang merupakan salah satu wujud akuntabilitas kepada publik.
Dengan akreditasi yang kredibel, hasilnya dapat memotivasi Sekolah untuk memperbaiki diri sehingga hasil akreditasi yang akan datang peringkat yang dicapai akan lebih baik. Peran akreditasi dalam peningkatan mutu, disamping memberikan motivasi kepada satuan pendidikan dan semua stake-holder untuk memperbaiki diri juga terletak pada langkah tindak lanjut yang diambil berbagai stake-holder yang bertanggung-jawab atas perbaikan mutu secara berkelanjutan.
 Oleh karena itu pelaksanan proses belajar mengajar haruslah didukung dengan sarana prasarana yang baik dan cukup agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara sempurna. Untuk melaksanakan proses belajar mengajar ini juga harus dilaksanakan oleh tenaga kependidikan dalam hal ini guru yang memiliki kemampuan yaitu memenuhi kelayakan dan kesesuaian dengan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya.
Fakta menunjukkan bahwa kinerja lembaga-lembaga pendidikan masih belum memadai disebabkan oleh faktor gurunya karena kekurangan guru dan guru belum memenuhi standar kelayakan terutama di sekolah-sekolah pinggiran. Ini menimbulkan hasil pendidikan belum maksimal dan kinerja sekolah juga belum seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu akreditasi sekolah merupakan salah satu cara dalam penjaminan mutu pendidikan. Dan evaluasi belajar yang dilakukan oleh pemerintah melalui Ujian Nasional (UN), merupakan evaluasi kinerja pendidikan. Sehingga timbul pertanyaan kita bagaimanakah kaitan akreditasi sekolah dewasa ini dengan mutu pendidikan melalui hasil UN.
Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu dengan yang lain yang merupakan satu sistem yang saling memengaruhi. Proses pencapaian mutu satuan pendidikan melalui pemenuhan Standar Nasional Pendidikan(SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayan, dan standar penilaian. Dalam pelaksanaan delapan standar ini merupakan upaya pencapaian mutu satuan pendidikan yang bersangkutan. Dalam Undang-Undang N0.20 tahun 2003 pasal 60, menyebutkan bahwa sekolah perlu di akreditasi karena: 
  • Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
  • Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwewenang sebagai bentuk akuntabilitas ublik.
  • Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
Kemudian dipertegas lagi dengan terbitnya PP No.19 tahun 2003 yang dinyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan akreditasi sekolah, sertifikasi guru, dan evaluasi pendidikan. Khusus dalam pelaksanaan akreditasi ini ditetapkan dalam Permendiknas No.29 tahun 2005, bahwa Badan Akareditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN-SM) merupakan badan mandiri yang menetapkan kelayakan suatu program dan atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dengan demikian pelaksanaan akreditasi sekolah, mempunyai maksud antara lain: Untuk kepentingan pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, dengan mengacu kepada standar yang ditetapkan secara nasional kepentingan akuntabilitas yakn pertanggungjawaban sekolah kepada masyarakat, apakah layanan yang diberikan sudah memenuhi harapan atau keinginan mereka, kepentingan pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan yakni sebagai dasar bagi pihak terkait baik sekolah maupun masyarakat dalam melakukan pembinaan dan peningkatan mutu sekolah.

Peran Guru Dalam Meningkatkan Kompetensi Melalui Akreditasi Sekolah
    Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini.
    Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

Kesimpulan
Pendidikan merupakan kunci dari keberhasilan suatu bangsa, oleh sebab itu pendidikan melalui jalur formal perlu ditingkatkan. Penyelenggaraan pendidikan formal tersebut harus dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional pula agar tercapainya mutu pendidikan sebagai mana yang diharapkan, dengan melalui pelaksanaan akredidasi sekolah, karena hal tersebut merupakan cara untuk meningkatkan mutu pendidikan sekarang ini. Maka dari itu gurupun dituntut untuk lebih meningkatkan kompetensi yang dimilikinya dan juga harus lebih kreatif didalam proses belajar mengajarnya supaya nantinya sekolah-sekolah di Indonesia memiliki guru yang lebih kompeten didalam bidangnya, karena guru yang berkulitas  akan menghasilkan siswa/i yang berkualitas pula





Kopetensi Profesional Dalam Meningkatkan Kinerja Guru


Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar.
Di Indonesia, rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu dari empat masalah pokok pendidikan. Perhatian terhadap pendidikan memang cukup besar, namun meskipun sudah banyak usaha yang dilakukan, sampai kini masalah mutu pendidikan tampaknya belum dapat diatasi. Keluhan tentang rendahnya mutu lulusan masih terus bergema. Kemampuan siswa untuk mandiri belum terwujud, sehingga prakarsa siswa untuk memulai sesuatu tidak terlampau sering ditemukan. Penguasaan siswa lebih terfokus pada pengetahuan faktual karena itulah yang dituntut dalam ujian akhir. Pangkal penyebab dari semua ini tentu sangat banyak tetapi tudingan utama banyak ditujukan kepada guru karena gurulah yang merupakan ujung tombak di lapangan yang bertemu dengan siswa secara terprogram (Wardani, 1998). Oleh karena itu, guru dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai oleh siswa.
Untuk menjawab tantangan yang ditujukan kepada guru tersebut, berbagai upaya telah dilakukan dalam peningkatan kemampuan guru. Berbagai penataran guru, baik yang dilakukan secara berkala maupun yang dilakukan secara berkesinambungan telah dilakukan. Di samping itu, kesejahteraan guru, yang disadari merupakan tiang penyangga dari kualitas layanan yang diberikan guru, juga sudah mulai diperhatikan, meskipun dalam skala yang sangat kecil. Pemberian insentif bagi guru yang mengajar di daerah terpencil dan pemberian tunjangan fungsional bagi guru telah pernah dilakukan. Selain upaya yang secara khusus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan guru, upaya yang sangat penting adalah upaya untuk meningkatkan kualifikasi guru yang telah dilakukan sepanjang masa.

Kopentensi Profesional Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan pada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Menurut Mangkunegara (2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya  kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang.
Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. Kompensasi yang diberikan kepada guru sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja, dan hasil kerja. Apabila kompensasi yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan guru maka dengan sendirinya akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan bekerja guru banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal kehidupan guru dan keluarganya. Dengan demikian dampaknya adalah meningkatnya perhatian guru secara penuh terhadap profesi dan pekerjaanya.
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :
-    Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu guru.
-    Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada guru.
-    Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh pimpinan sekolah, proses organisasi (sekolah) dan kultur kerja dalam organisasi (sekolah).

Terdapat kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap guru dalam upaya meningkatkan kopetensi profesional dalam kinerja guru, yaitu  :
-    Penguasaan Bahan Bidang Studi
Kompetensi pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah penguasaan bahan bidang studi. Penguasaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar. Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bahan bidang studi menurut Wijaya (1982) adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengintesiskan, dan mengevaluasikan sejumlah pengetahuan keahlian yang diajarkannya. Ada dua hal dalam menguasai bahan bidang studi yaitu menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman atau aplikasi bidang studi.
-    Pengelolaan Program Belajar Mengajar
Menurut Sciever (1991) : kemampuan mengelola program belajar mengajar dapat dilakukan dengan cara merumuskan tujuan instruksional dan mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar.
-    Pengelola Kelas
Kemampuan ini menggambarkan keterampilan guru dalam merancang, menata dan mengatur sumber-sumber belajar, agar dapat tercapai suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
-    Pengelolaan Dan Penggunaan Media Serta Sumber Belajar
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisisen.
-    Penguasaan Landasan-Landasan Kependidikan
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan yang berkaitan dengan mempelajari konsep dan masalah pendidikan dan pengajaran, mengenal fungsi sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat dalam arti luas serta pengaruh timbal balik antar sekolah dan masyarakat, mengenal karakteristik peserta didik baik secara fisik maupun psikologis.
-    Mampu Menilai Prestasi Belajar Mengajar
Kemampuan menilai prestasi belajar mengajar perlu dimiliki seorang guru. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengukur perubahan tingkah laku peserta didik dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam membuat program.
-    Memahami Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lembaga Dan Program Pendidikan Di Sekolah
Di samping melaksanakan proses belajar mengajar, diharapkan guru membantu kepala sekolah dalam menghadapi berbagai kegiatan pendidikan lainnya yang digariskan dalam kurikulum, guru perlu memahami pula prinsip-prinsip dasar tentang organisasi dan pengelolaan sekolah, bimbingan penyuluhan termasuk bimbingan karier, program kokurikuler dan ekstrakurikuler, perpustakaan sekolah serta hal-hal yang terkait.
-    Menguasai Metode Berpikir
Metode dan pendekatan setiap bidang studi berbeda-beda. Menurut Reynold (1990) metode dan pendekatan berpikir keilmuan bermuara pada titik tumpu yang sama. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai metode dan pendekatan bidang-bidang studi, guru harus menguasai metode berpikir ilmiah secara umum.
-    Meningkatkan Kemampuan Dan Menjalankan Misi Profesional
Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru harus terus-menerus mengembangkan dirinya agar wawasannya menjadi luas sehingga dapat mengikuti perubahan dan perkembangan profesinya yang didasari oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
-    Terampil Memberikan Bantuan Dan Bimbingan Kepada Peserta Didik
Bantuan dan bimbingan kepada peserta didik sangat diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar mengajar di kelas. Untuk itu, guru perlu memahami berbagai teknik bimbingan belajar dan dapat memilihnya dengan tepat untuk membantu para peserta didik.
-    Mampu Memahami Karakteristik Peserta Didik
Guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Menurut Rochman Natawijaya (1989:7), pemahaman yang dimaksud mencakup pemahaman tentang kepribadian murid serta factor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya, perbedaan individual di kalangan peserta didik, kebutuhan, motivasi dan kesehatan mental peserta didik, tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi pada tingkat-tingkat usia tertentu, serta fase-fase perkembangan yang dialami mereka.

Kesimpulan
Guru adalah salah satu komponen pendidikan yang memegang peran penting dalam keberhasilan pendidikan, guru diharapkan mampu memainkan peran sebagai guru yang ideal. Salah satu cara meningkatkan mutu pendidikan adalah memperbaiki kinerja guru. Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa.
Guru merupakan profesi profesional di mana ia dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin menjalankan profesinya sebaik mungkin. Sebagai seorang profesional maka tugas guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih hendaknya dapat berimbas kepada siswanya. Dalam hal ini guru hendaknya dapat meningkatkan terus kinerjanya yang merupakan modal bagi keberhasilan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Nuryasa (2007). Standar Kopetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda

Wardani, I.G.A.K. (1998) Pemberdayaan Guru: suatu usaha peningkatan mutu pendidikan. In: Dies Natalis Univesitas Terbuka XIV, 14 September 1998, Tangerang Selatan.

Mangkunegara Prabu ANwar. 2001. Manajemen Sumber Daya Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Wijaya, Cece, Tabrani R. 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya

Rochman Natawidjaja. 1989. Meningkatkan Kualitas Profesional Guru SD melalui Pemantapan Lembaga Pendidikannya. Makalah Seminar. Bandung: PGRI.


Minggu, 01 September 2019

Sejarah Filsafat Ilmu Pengtahuan

Menurut sejarah, pada awalnya yang dimaksud dengan Filsafat Ilmu adalah filsafat sains. Namun pada kenyataannya Filsafat Ilmu sebagai sebuah disiplin memiliki objek kajian yang cukup luas yaitu baik natural sciences maupun social sciences sampai yang tergolong dalam ilmu humanities, termasuk ilmu–ilmu keagaamaan dan kebahasaan.
Pemikiran filsafati banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah poradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskari fenomena alam,
Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif ,sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari dalam filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu periode perkembangan filsafat Yunani merupakan poin untuk memasuki peradaban baru ummat manusia.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak langsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Untuk memahami sejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melalui pembagian atau klasifikasi secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodesasi perkembangan ilmu di sini dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada kontemporer.
Zaman Purba (15 SM - 7 SM)
Pada dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai fakta. Sekalipun dilaksanakan pengamatan, pengumpulan data dan sebagainya, namun mereka sekadar menerima pengumpulan saja. Fakta-fakta hanya diolah sekadarnya, hanya untuk menemukan soal yang sama, yaitu common denominator, itu pun barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada penegasan atau keterangan, maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewa-dewa dan mistik. Oleh karena itulah pengamatan perbintangan menjelma menjadi astrologi. pengamatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menunjukkan bahwa manusia di zaman purba masih berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran
Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat diruntut jauh ke belakang, bahkan sebelum abad 15 SM, terutama pada zaman batu. Pengetahuan pada masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu pengetahuan yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Kapan dimulainya zaman batu tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman batu berlangsung selama jutaan tahun.
Sesuai dengan namanya, zaman batu, pada masa itu manusia  menggunakan batu sebagai peralatan. Hal ini tampak dari temuan- temuan seperti kapak yang digunakan untuk memotong membelah. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu manusia pada zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Alat yang terbuat dari tulang binatang antara lain digunakan  menyerupai fungsi jarum untuk menjahit. Ditemukannya benda- benda hasil peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya.
Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuh, ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang Api kemudian juga digunakan untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada pembuatan alat dari tembaga, perunggu dan besi. Dalam catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di Irak abad ke-15 SM.
Perkembangan pengetahuan secara lebih cepat terjadi beberapa ribu tahun sebelum Masehi. Peristiwa ini terjadi ketika manusia berada pada zaman batu muda. pada masa ini mulailah revolusi besar dalam cara hidup manusia. Manusia mulai mengenal pertanian, mengenal kehidupan bermukim (menetap), membangun rumah, mengawetkan makanan, memulai irigasi, dan mulai beternak hewan. Pada masa itu juga telah muncul kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Dengan adanya kemampuan menulis, beberapa peristiwa penting dapat dicatat dan kemudian dapat dibaca oleh orang lain sehingga akan lebih cepat disebarkan. Kemampuan berhitung juga sangat menunjang perkembangan pengetahuan karena catatan tentang suatu peristiwa menjadi lebih lengkap dengan data yang relatif lebih teliti dan lebih jelas.
Menurut Anna Poedjiadi (1987:28-32) pada zaman purba perkembangan pengetahuan telah tampak pada beberapa bangsa, seperti Mesir, Babylonia, Cina dan India. Ada keterkaitan saling pengaruh antara perkembangan pemikiran di satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pembuatan alat-alat perunggu di Mesir abad ke-17 SM memberi pengaruh terhadap perkembangan yang diterapkan di Eropa. Bangsa Cina abad ke-15 SM juga telah mengembangkan teknik peralatan perunggu di zaman Dinastii Shang, sedangkan peralatan besi sebagai perangkat perang sudah dikenal pada abad ke-5 SM pada zaman Dinasti Chin. India memberikan surnbangsih yang besar dalam perkembangan matematik dengan penemuan sistem bilangan desimal. Budhisme yang diadopsi oleh raja Asoka, kaisar ketiga Di Mautya, telah menyumbangkan sistem bilangan yang menjadi titik tolak perkembangan sistem bilangan pada zaman modern: India bahkan sudah menemukan roda pemutar untuk pembuat tembikar pada abad ke-30 SM. Sayangnya peradaban yang sudah maju itu mengalami kepunahan pada abad ke-20 SM, baik yang disebabkan oleh bencana alam maupun oleh peperangan.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu (1) pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical knowledge (2) pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat mistis,magis dan religius; (3) kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi; (4) kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesis terhadap abstraksi yang dilakukan; dan (5) kemampuan meramal peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari (Santoso,1977: 27-28)
Zaman Yunani (7 SM - 6 M)
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagii mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude atau suatu sikap menerima begitu saja, melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude yaitu suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis. Sikap inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles.

Zaman Keemasan Filsafat Yunani 
Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik filsafat dapat berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika) dinamakan kaum sofis. Mereka mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. menjadi objek penyelidikannya bukan lagi alam tetapi manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Pythagoras, manusia adalah  ukuran untuk segala-galanya. Hal ini ditentang oleh Socrates dengan mengatakan bahwa yang- benar dan yang baik dipandang sebagai nilai-nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates dihukum mati.
Hasil pemikiran Socrates dapat ditemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato mengatakan: realitas seluruhnya terbagi  atas dua dunia yang hanya terbuka bagi panca indra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.
Pendapat tersebut dikritik  oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang ada itu adalah manusia-manusia yang konkret “ide manusia' tidak terdapat dalam kenyataan”. Aristoteles adalah filosof realis, dan sumbangannya pada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Sumbangan yang sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstraksi matematis, dan metafisis.
Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk mencapai kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap unsur  kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana seseorang menangkap unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain disebut abstraksi metafisis. (Harry Hamersma,1983)
Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk. Keduanya merupakan prinsip-prinsip metafisis, materi adalah prinsip yang tidak ditentukan, sedangkan bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini terkenal dengan sebutan Hylemorfisme.
Masa Helinistis dan Romawi.
Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Helinistis, karena kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung. Dalam bidang filsafat, Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu dibuka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.
Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-sungguh besar kecuali Plotinus.
Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut.:
a.     Stoisisme
Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari.
b.    Epikurisme
Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang senantisa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa.
c.    Skeptisisme
Mereka berpikir bahwa bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian
d.    Eklitisisme
Suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu Pemikiran yang sungguh-sungguh.¬
e.     Neo Platonisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala sesuatu berasal dari `yang satu` dan ingin kembali kepada-Nya. (K. Bertens,1988:16-18)
Zaman Pertengahan (6 M -15 M)
Zaman pertengahan merupakan suatu kurun waktu yang ada hubungannya dengan sejarah bangsa-bangsa di benua Eropa. Pengertian umum tentang zaman pertengahan yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan ialah suatu periode panjang yang dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M hingga timbulnya Renaissance di Italia.
Zaman pertengahan (Midle Age) ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Pada umumnya orang  Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan. Pada masa itu yang tampil dalam lapangan ilmu pengetahuan adalah para teolog. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologiae, abdi agama. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan yang spektakuler yang dapat dikemukakan. Periode ini dikenal pula dengan sebutan abad kegelapan.
Menjelang berakhirnya abad tengah, ada beberapa kemajuan yang tampak dalam masyarakat yang berupa penemuan-penemuan. Penemuan-penemuan tersebut antara lain pembaruan penggunaan bajak yang dapat mengurangi penggunaan energi petani. Kincir air mulai digunakan untuk menggiling jagung.
Pada abad ke-13 ada pula kemajuan dan pembaruan dalam bidang perkapalan dan navigasi pelayaran. Perlengkapan kapal¬ memperoleh kemajuan sehingga kapal dapat digunakan lebih efektif. Alat-alat navigasinya pun mendapat kemajuan pula. Kompas mulai digunakan orang di Eropa. Keterampilan dalam membuat tekstil dan pengolahan kulit memperoleh kemajuan setelah orang mengenal alat pemintal kapas.
Kemajuan lain yang penting pada masa akhir abad tengah adalah keterampilan dalam pembuatan kertas. Keterampilan ini berasal dari Cina dan dibawa oleh orang Islam ke Spanyol. Di samping itu orang juga telah mengenal percetakan dan pembuatan bahan peledak.
Berbeda dengan keadaan di Eropa yang mengalami abad kegelapan, di dunia Islam pada masa yang sama justru mengalami masa keemasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad ke-7 M, delapan abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus melakukannya. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam juga dilakukan penerjemahan, berbagai karya Yunani, dan bahkan khalifah Al-Makmun telah mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad ke-9 M.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada dunia Islam tersebut dimungkinkan oleh adanya pengamatan yang terus-menerus dan pencatatan yang teratur serta adanya dorongan dan bantuan dari pihak para raja yang memerintah. Dengan demikian untuk pertama kalinya dalam sejarah, tiga faktor penting yaitu politik, agama dan ilmu pengetahuan, berada pada satu tangan, raja atau sultan. Keadaan ini sangat menguntungkan perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Selama 600 - 700 tahun lamanya kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan tetap ada pada bangsa-bangsa yang beragama Islam.
Menurut Slamet Iman Santoso (1997:64) sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan dalam tiga hal, yaitu : (1) menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sedemikian rupa, sehingga pengetahuan ini menjadi dasar perkembangan kemajuan di dunia Barat sampai sekarang, (2) memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan dan (3) menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Beberapa orang yang memberi sumbangan besar dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi di dunia Islam antara lain A1 Khawarizmi, Omar Khayam, Jabir Ibnu Hayan, Al-Razi, Ali Ibnu Sina, Al-Idrisi dan Ibn Khaldun.
Muhammad Ahmad AL Khawarizmi menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad lamanya di Eropa. Ia juga menulis buku tentang perhitungan biasa (arithmetics). Buku tersebut menjadi pembuka jalan di Eropa untuk mempergunakan cara desimal, yang menggantikan penulisan dengan angka Romawi. Khawarizmi luga telah memperkenalkan persamaan pangkat dua dalam aljabar.
Jabir Ibnu Hayan (720 – 800 M ) banyak mengadakan eksperimen, antara lain tentang ktistalisasi, melarutkan, sublimasi, dan reduksi. Di samping mengadakan eksperimen, ia juga banyak menulis antara lain tentang proses pembuatan baja, pemurnian logam, memberi warna pada kain dan kulit, cara membuat kain tahan air, cara pembuatan zat warna untuk rambut. Ia juga menulis tentang pembuatan tinta, pembuatan gelas, cara memekatkan asam cuka dengan cara distilasi. Mengeni unsur-unsur  ia berpendapat bahwa logam atau mineral itu terdiri atas dua unsur penting yakni raksa dan belerang dengan berbagai macam susunan. Logam atau mineral berbeda karena susunan unsur-unsurnya berbeda.
Dalam bidang kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi atau di negara Barat dikenal dengan sebutan Razes (850-923 M) dan Ibn Sina atau Avicenna (980-1037 M). Razes sangat banyak menulis buku, di antaranya100 buah buku tentang kedokteran, 33 buah buku tentang ilmu pengetahuan alam termasuk alkimia, l l buah buku tentang matematika dan astronomi, dan lebih dari 45 buah buku tentang filsafat dan teologia. Salah satu hasil karyanya tersebut adalah sebuah ensiklopedia kedokteran berjudul Continens. Sementara itu Ibn Sina juga menulis buku-buku tentang kedokteran yang diberi nama Al-,Qanun. Buku ini menjadi buku standar dalam ilmu kedokteran di Eropa sampai ± tahun 1650. (Santoso, 1997: 63). Selain itu Abu'1 Qasim atau Abu'1 Casis menulis sebuah ensiklopedi kedokteran, yang antara lain menelaah, ilmu bedah serta menunjukkan peralatan yang dipakai dimasa itu {± tahun 1013).
Ibn Rushd atau Averoes (1126-1198 M) seorang ahli kedokteran yang menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Dari tulisannya terbukti bahwa Ibn Rushd mengikuti aliran -evolusionisme, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa semua yang ada di dunia tidak tercipta tiba-tiba dan dalam keadaan yang selesai, melainkan semuanya terjadi melalui perkembangan, untuk akhirnya menjelma dalam keadaan yang selesai.
Tokoh lain yang juga turut berjasa dalam pengembangan ilmu  pengetahuan di dunia Islam, terutama dalam bidang geografi adalah Al-Idrisi (1100-1166 M). la telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenall pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Roger II dari kerajaan Sicilia.
Dalam khasanah pengetahuan sosial, di dunia Islam terdapat nama Ibn Khaldun (1332 -1406 M), yang memiliki nama lengkap Abu Zaid Abdal-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. la merupakan seorang ahli sejarah, politik, sosiologi, dan ekonomi, Ia sering dianggap sebagii perintis ilmu sosial dan peletak dasar sosiologi. Hasil karyanya yang termasyhur adalah sebuah buku berjudul A1-Muqaddimah. Dalam bukunya tersebut, ia membahas tentang perkembangan masyarakat dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai penemu ilmu masyarakat-yang baru, Ibn Khaldun berusaha keras agar objektif dalam memaparkan masyarakat ketimbang menemukan obat untuk menyembuhkan "penyakit" masyarakat (Baali,1989:191).
Dalam pandangan Ibn Khaldun, gejala sosial mengikuti pola dan hukum tertentu, dan dengan sendirinya akan menghasilkan akibat-¬akibat tertentu pula. Dikatakan bahwa hukum-hukum sosial tidak hanya mengena pada perseorangan, tetapi pada semua orang. Hukum-hukum sosial akan berlaku sama bagi masyarakat, meskipun terpisah ruang dan waktu: Oleh karena itu hukum-¬hukum ini tidak dipengaruhi oleh seseorang. Seorang pemimpin tidak dapat memperbaiki keadaan sosial, kalau tidak mendapat dukungan dari masyarakat.
Sebagai peletak dasar sosiologi, Ibn Khaldun mempergunakan banyak metode dan teori untuk menjelaskan faktor yang ada dalam masyarakat. Misalnya, bangsa terjajah akan meniru bangsa yang menjajah, karena merasa bahwa kemenangan disebabkan oleh keunggulan, baik teknik maupun lembaganya, dan hal itu perlu ditiru supaya yang terjajah juga rriendapatkan kesuksesan.
Pokok pemikiran dari Ibn Khaldun terletak pada `asabiyah atau solidaritas sosial yang menjadi kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia ialah makhluk sosial, oleh karena itu diperlukan suatu ikatan dalam bentuk negara. Solidaritas sosial ini amat kuat pada masyarakat pengembara. Negara dapat terbentuk dan menjadi kuat atas dasar solidaritas ini, tetapi setelah terbentuk berkuranglah ikatan solidaritas, karena adanya kekuasaan yang harus dipatuhi. Dengan demikian tujuan dari solidaritas adalah kekuasaan.
Zaman Renaissance (14 M -17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Ilahi. Penemuan ilmu pengetahuan modern' sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, dan Galileo Galilei. Berikut cuplikan pemikiran para filusuf tersebut.
l. Roger Bacon, berpendapat bahwa pengalaman (empiris) menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematika merupakan syarat mutlak untuk mengalah semua pengetahuan.
2.Copernicus, mengatakan bahwa bumi dan planet semuanya mengelilingi matahari, sehingga matahari menjadi pusat (heliosentririsme). Pendapat ini berlawanan dengan pendapat umum yang berasal dari Hipparahus dan Ptolomeus yang menganggap bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (geosentrisme).
3, Johannes Keppler, menemukan tiga buah hukum yang melengkapii penyelidikan Brahe sebelumnya, yaitu:
a. Bahwa gerak benda angkasa itu ternyata bukan bergerak mengikuti lintasan circle, namun gerak itu mengikuti lintasan elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
b. Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
c. Dalam perhitungan matematika terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua planet A dan B dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk meliintasi orbit masing-¬masing adalah P dan Q, maka P2: Q2 X3: Y3.
4. Galileo Galilei, membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia menemukan beberapa peristiwa panting dalam bidang astronomi. Ia melihat bahwa planet Venus dan Mercurius menunjukkan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa planet-¬planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya dari matahari (Rizal Mustansyir,1996)

Zaman Modern (17 M -19 IV)
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat .Selain itu pada zaman ini ada juga filsuf-filsuf lain misalnya: Isaac Newton, Caharles Darwin.

Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (dalam Riza1 Mustansyir, dkk., 2001) fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek ma¬terinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta. la juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dengan filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi filosofis mengenai metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang, dan waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisi¬onal yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang, dan waktu. Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika.
Fisikawan termasyhur abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia menyatakan bahwa alam itu tidak berhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Dii samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, Zaman Kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagai¬nya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Di samping kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi kloning.

Sehingga dapat kita simpulkan pokok pembahasan dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan adalah sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, hakikat dan sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran. Di samping itu, Filsafat Ilmu juga membahas persoalan objek, metode, dan tujuan ilmu. Yang tidak kalah pentinganya adalah sarana ilmiah. Filsafat Ilmu mengalami sejarah yang panjang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari perkembangan pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
Diharapkan perkembangan ilmu yang begitu spektakuler di satu sisi dan nilai-nilai moral di sisi lain dapat dijadikan arah dalam menuntun perkembangan ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan moral terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan tekhnologi tidak semakin menyejahterakan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan manusia.




Sabtu, 31 Agustus 2019

Sarana Berpikir Ilmiah "Bahasa, Matematika, & Statistika"

Bahasa
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi, apakah manusia dapat bersosialisasi dan apakah manusia layak disebut dengan makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan bahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur. Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku”. Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kriteria ataupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud. Di samping menguasai langkah-langkah, tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana berupa bahasa, logika matematika, dan statistika. Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapat berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Untuk mencapai komunikasi ilmiah maka bahasa digunakan harus terbebas dari unsur emotif. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)
Matematika
Semua ilmu pengetahuan sudah mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern juga tidak akan tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupi. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial yang mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, ekonometri, dan seterusnya. Hampir bisa dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Dalam hal ini kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika yang dibuat secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian berlaku khusus untuk masalah yang sedang kita kaji. Sebuah objek yang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja sesuai dengan perjanjian. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dalam bahasa verbal, bila kita membandingkan dua objek yang berlainan, umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari pada semut. Namun, jika ingin diketahui berapa besar gajah dibanding semut maka kita akan mengalami kesukaran dalam menghubungkannya dengan bahasa verbal. Oleh karena itu, diperlukan bahasa matematika untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif dan matematika mampu menjelaskan pernyataan dalam bentuk kuantitatif. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak dan memungkinkan pemecahan masalah secara tepat serta cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang induksi-deduksi imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari ilmu. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)
Statistika
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah diuji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah merupakan fakta, di mana konsekuensinya dapat diuji, baik dengan jalan mempergunakan pancaindra maupun dengan alat-alat yang membantu pancaindra tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalau kita telaah lebih dalam, pengujian merupakan proses pengumpulan data yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Sekiranya hipotesis didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya, jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan, hipotesis itu ditolak. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individu. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih saksama. Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran deduktif adalah benar jika premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sementara dalam penalaran induktif, meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Namun, kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar. Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang dihadapi. Dalam hal ini statistika memberikan jalan keluar untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Statistika sebagai sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)




Blog Archive