Kamis, 12 September 2019

Masalah Tenaga Kerja Indonesia

Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Masalah Tenaga Kerja Indonesia
A. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Kemiskinan telah mengakibatkan munculnya serangkaian masalah sosial. Masalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah masalah sosial. Sepanjang tahun pemerintah Indonesia selalu dipusingkan dengan permasalahan TKI. Sepanjang tahun pula, pemerintah bermasalaah dengan Negara pengimpor TKI karena kasus-kasus kekerasan dan pedeportasian para tenaga kerja. Dan sepanjang tahun pula, tak ada solusi dan kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI. Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa tindak lanjut, sementara nasib para TKI semakin tragis dan terkesan dibiarkan.
B. Masalah Tenaga Kerja Indonesia
1. Permasalahan TKI di Dalam Negeri
a. Percaloan
Secara hukum keberadaan calo ini dilegalkan oleh pemerintah dalam UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Sehingga kemudian, pemerintah menganggap wajar jika banyak calo TKI yang berkeliaran dimana-mana bahkan menebar penipuan di kalangan calon TKI. Seringkali para calon TKI tertipu oleh para calo. Ketidaktahuan mereka akan informasi dan ketiadaaan pengalaman, membuat mereka lengah. Dan akhirnya uang yang mereka setorkan lenyap dan calon TKI pun tidak jadi bekerja di luar negeri. Keberagaman biaya yang dipasang oleh lembaga penyalur TKI seperti PJTKI, membuat para calo bebas menentukan harga. Ini menunjukkan UU yang ada masih lemah dan belum jelas dan tegas dalam mengatur pasal mengenai TKI.
b. Kondisi di Tempat PenampunganTidak jarang para calon TKI nekat bunuh diri karena tidak tahan pada perlakuan petugas di tempat penampungan. Kasus Tarmini yang tewas karena melarikan diri dari LPTKI adalah contoh konkret tentang hal ini. Secara prosdural, seharusnya mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di penampungan, bahkan berhak untuk mendapatkan penyuluhan dan pelatihan mengenai apa yang harus dilakukan di luar negeri sana ketika mereka menjadi TKI. Tapi, pada kenyataannya mereka justru menjadi korban penyiksaan, kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi oleh petugas. Bahkan mereka diarkan selama berbulan-bulan di penampuangantanpa nasib yang jelas.
c. Penempatan KerjaBukan menjadi rahasia lagi kalau ternyata penyaluran TKI ini disisipi oleh praktek human trafficking. Para calon TKI bukannya disalurkan di tempat kerjanya di luar negeri, justru malah dijual untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Majalah Tempo Interaktif tanggal 12 Juli 2004 menuliskan bahwa 80% TKI yang ditampung di KBRI Kuala Lumpur adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menderita penyakit kelamin.
d. Posisi Tawar yang RendahPelanggaran HAM yang diterima para TKI itu kurang lebih disebabkan karena posisi tawar mereka rendah. Pertama, mereka adalah kelompok yang kurang pengetahuan, informasi dan keterampilan sehingga mudah dibodohi. Kedua, munculnya banyak lembaga penyalur tenaga kerja nasional yang tidak melaksanakan mekanisme pemberangkatan secara profesional sesuai standar kelayakan, sehingga banyak kasus TKI yang masuk ke majikan yang salah. Ketiga, para TKI ini banyak yang tidak berdokumen resmi. Bagi TKI yang tidak berdokumen, ketika mendapat pelanggaran HAM tidak akan diurusi oleh pemerintah dan KBRI. Karena secara hukum, tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang memegang dokumen resmi.
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Pandriono dan kawan-kawan menemukan beberapa sebab TKI berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi yakni lebih cepat, lebih murah, tidak perlu persyaratan administrasi yang rumit seperti ijasah dan sertifikat ketrampilan khusus, bisa ikut pemutihan yang akan diadakan negara tujuan, mencari pekerjaan di Indonesia sulit dan gaji rendah, ekonomi keluarga kurang, tertipu oleh janji calo, tergiur teman yang telah berhasil sebagai TKI, dan tidak adanya informasi tentang mekanisme menjadi TKI di luar negeri
e. DiskriminasiDalam perjalanan pulang ke Indonesia, TKI sering mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah. Penggunaan Terminal III di bandara Soekarno_Hatta adalah bentuk perlakuan yang diskriminatif terhadap TKI, dengan dalih demi kelancaran dalam mengatur kepulangan TKI. Padahal para TKI itu adalah sama-sama manusia yang harus mendapat perlakuan sama pula dengan orang lain. Banyak kasus yang terjadi akibat pengalokasian di Terminal III ini para TKI sering diperas dan diincar oleh para penjahat. Karena mereka sudah tahu bahwa Terminal III adalah rombongan TKI yang pulang dengan membawa banyak uang. Akibatnya, mereka korban pungutan liar.
2. Permasalahan TKI di Luar Negeri
a. Tidak Digaji
Seringkali TKI yang sudah bekerja di luar negeri tidak di gaji oleh majikannya. Bahkan mendapatkan bomus penyiksaan dari nyonya rumah, pemerkosaan oleh tuan rumah, dan berbagai penyiksaan-penyiksaan lain. Sudah banyak kasus yang terjadi akibat penempatan TKI yang salah sasaran. TKI ini karena miskin pengetahuan, sehingga tertipu oleh majikan kalau uang gajinya disimpan untuk dibayarkan ke depan. Kasus Nirmala Bonat (19) dari NTT yang disiksa oleh majikannya di Arab Saudi dan tidak di gaji oleh majikannya adalah contoh nyata untuk masalah ini.
b. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia). Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks.
c. PenganiayaanNormawati dari Kopbumi (Konsorsium pendamping buruh migrant Indonesia) mengatakan bahwa dalam Januari 2004 saja paling tidak ada 80 orang TKI yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Polri karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri. Jumlah ini belum termasuk yang dipulangkan secara paksa tanpa sepengetahuan petugas.
d. PerkosaanPerkosaan ini banyak menimpa TKW. Baik itu oleh majikan, petugas di tempat penampungan, atau orang lain yang terkait dengannya selama ia menjadi TKW di luar negeri.
e. Jeratan HukumSepanjang tahun ini ada dua kasus TKI divonis hukuman mati, atas berbagai macam tuduhan, misalnya penganiayaan sampai pembunuhan terhdap majikannya. Dan pemerintah belum bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini, dengan alasan kondisi peraturan dan hukum yang berbeda di tiap Negara.
f. PendeportasianKasus ini disebabkan karena TKI banyak yang tidak memiliki dokumen resmi. Padahal, banyak juga TKI yang dokumennya ditahan sehingga tidak bisa melakukan apa-apa ketika harus dideportasi.
g. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI. Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks. Berdasarkan identifikasi di atas, maka permasalahan TKI sebetulnya dimulai sejak mereka mengurus keberangkatan sampai ke tempat penampungan dan di tempat kerja mereka di luar negeri.
C. Bentuk Perlindungan Bagi TKIPerlindungan pada TKI harus dilakukan pada prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas untuk melindungi para TKI. Sebagaimana yang dilansir buruhmigran.or.id  dalam artikel berjudul Perlindungan Sosial untuk TKI (3) pada 25 Juni 2012, beberapa payung hukum tersebut sebagai berikut. 
-    UU No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3783).
-    UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4279)
-    UU RI No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
-    UU RI No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

D. Solusi dari Permasalahan TKI
1. Mengoptimalkan Peran Institusi Dan Layanan Bagi TKI
Peran sebuah institusi untuk TKI sangat besar. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja, mengatur penempatan dan prosedur, menfasilitasi kebutuhan, dan menciptakan layanan yang terbaik. Pemerintah pun sudah membuat institusi untuk mengatur dan melayani TKI seperti BNP2TKI dan BP3TKI. BNP2TKI yang  memiliki layanan yang sangat bagus. Misalnya (bnp2tki.com, 30/6/2012)
-    Layanan penempatan Program G to G (Goverment to Goverment) dan Program P to P. Program G to G adalah penempatan TKI ke luar negeri oleh pemerintah yang hanya dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Negara-negara yang terlibat dalam program tersebut adalah Korea Selatan, Jepang, dan Timor Leste. Adapun Program P to P adalah TKI yang bekerja atas inisiatifnya sendiri.
-    Layanan informasi yang meliputi layanan penerbitan KTKLN, Layanan Pendataan dan Kepulangan TKI, Layanan Pengaduan Call Center, Layanan Call Center Informasi Penempatan dan Perlindungan TKI, Layanan Pengadaan Jasa dan Barang Secara Elektronik (LPSE), dan Layanan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)
-    Layanan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon TKI
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Asuransi Calon TKI 
-    Perbaikan jajaran pemimpin di institusi TKI. Pemimpin orang yang kompeten, tegas, dan jujur. Mengapa? Pemimpin yang kompeten akan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mampu mempermudah dan memfasilitasi kebutuhan TKI. Adapun sikap tegas sangat diperlukan untuk menindak tegas para oknum yang melakukan penyelewengan terhadap TKI  dan bergegas pula dalam menyikapi, menindak, dan memutuskan berbagai persoalan yang membelit ruang lingkup TKI.
-    Perbaikan staff dan petugas di setiap layanan di institusi TKI. Staff dan petugas harus jujur dan kompeten. Kompetensi diperlukan agar setiap kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme kerja. Adapun jujur menjadi hal yang wajib dimiliki  agar tidak terjadi upaya-upaya penyelewengan atau pungutan liar pada TKI.  
-    Institusi harus memperbaiki kualitas layanan. Prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Harus dicantumkan denah prosedur yang jelas di gedung dan loket layanan. Kelengkapan dokumen yang harus dibawa pun dicantumkan berikut biaya yang dihabiskan. Denah prosedur dan dokumen tidak hanya dipasang di gedung, melainkan juga diumumkan di website agar semua orang bisa mengakses pengumuman tersebut. Selain itu, pengunggahan data sekaligus digunakan sebagai tolak ukur untuk mengkritisi pelaksanaan layanan. Jika ditemukan penyelewengan atau ketidaksesuaian dengan prosedur, maka bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang.
-    Setiap layanan harus disosisalisasikan pada masyarakat  umumnya, dan pada calon TKI khususnya. Sosialisasi harus dilakukan lewat berbagai media seperti media cetak, media elektronik, dan website. Sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah missunderstanding terhadap layanan yang diperuntukkan pada TKI. Selain itu, sosialisasi juga mencegah munculnya layanan TKI palsu yang merugikan masyarakat.
-    Mengadakan evaluasi atas layanan yang telah dijalankan. Evaluasi tersebut meliputi kinerja para petugas yang melakukan pelayanan, respon para pengguna layanan (TKI dan orang yang berkepentingan) yang merasa puas/tidak puas/dirugikan/terbantu atas layanan yang tersedia, efektivitas layanan, efisiensi layanan, dampak positif-negatif layanan, dan upaya perbaikan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Evaluasi tidak hanya dilakukan secara tertutup, melainkan bisa juga melibatkan para TKI sebagai responder dan mengundang awak media untuk mensosialisasikan hasil evaluasi agar diketahui masyarakat dan sebagai wujud keterbukaan atas munculnya kritik dan saran yang positif.
-    Prapenempatan. Pada masa ini, institusi berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab untuk mengurusi keperluan TKI yang akan berangkat ke luar negeri.  Institusi membuka pelayanan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu pelayanan administrasi dan pelayanan praktek. Pertama, pelayanan administrasi berkaitan dengan pengurusan dokumen, kelangkapan administrasi, dan surat-menyurat. Pada layanan ini, prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Kedua, pelayanan praktek yang berkaitan dengan proses pembekalan kompetensi pada calon TKI. Misalnya Balai Latihan Kerja. Pada pelayanan ini, harus benar-benar dipastikan bahwa pembekalan kemampuan TKI berlangsung optimal. Dengan demikian para calon TKI kita mendapatkan keterampilan yang baik dan bisa menjadi bekal mereka untuk merantau ke luar negeri.
-    Penempatan. Pada saat penempatan, institusi berperan sebagai pengawas. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi keselamatan para TKI dan memberikan perlindungan bagi mereka. Di sinilah saat pemerintah dan institusi TKI harus benar-benar bekerja keras agar tidak teradi kasus kekerasan majikan pada TKI, penahanan gaji, dan lain-lain.
-    Purnapenempatan. Pada saat purnapenempatan, institusi TKI berperan sebagai fasilitator kembali. Artinya institusi bertanggung jawab untuk mengurusi dokumen dan administrasi kepulangan para TKI. Selain itu, mereka juga harus memberikan pembekalan pada purna-TKI tentang cara berwirausaha, mengatur keuangan, dan merencanakan kehidupan masa depan. Pembekalan macam ini sangat penting agar kehidupan para purna-TKI akan lebih baik.
2. Mendirikan Perwakilan RI Diseluruh Negara Tujuan Penempatan TKIPerwakilan RI ini sangat penting didirikan di setiap negara penempatan TKI karena mereka adalah institusi yang bertanggung jawab untuk mengurusi masalah TKI di negara tersebut. Merekalah yang bertugas mengurusi paspor, memfasilitasi kebutuhan TKI, dan menyelesaikan masalah yang dialami TKI. Tanpa ada perwakilan RI di negara penempatan, sangat terbuka ruang penyelewengan yang dialami oleh para TKI, seperti yang terjadi di Taiwan.
3. Melakukan Pengawasan Dan Perbaikan PJTKIPJTKI adalah badan atau lembaga yang menawarkan jasa untuk menyalurkan tenaga kerja ke negara tetangga. Sayang, muncul berbagai kasus PJTKI nakal. Mereka melakukan berbagai pelanggaran seperti pemaksaan seseorang menjadi TKW, pemalsuan dokumen, identitas, umur, hingga pelanggaran UU Perlindungan Anak. Berdasarkan data yang dilansir oleh Polda Metro Jaya, tercatat 11 kasus pelanggaran PJTKI sejak januari -juni 2011 (metro.news.viva.co.id, 22/6/2011)
Ringkasan Materi
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Permasalahan TKI dibagi menjadi dua bagian yaitu permasalahan tenaga kerja Indonesia dalam negeri dan luar negeri. Permasalahan TKI dalam negeri yaitu percaloan, kondisi penempatan TKI yang buruk, penempatan kerja yang buruk, posisi tawar yang rendah, diskriminasi. Permasalahan TKI luar negeri yaitu tidak digaji, penahanan dokumen, penganiayaan, pemerkosaan, jeratan hukum, pendeportasian.
Solusi dalam mengatasi permasalahan TKI dan langkah yang harus diambil pemerintah adalah mengoptimalkan pelayanan bagi TKI, mendirkan perwakilan RI diseluruh negara tempat tujuan TKI, melakukan pengawasan dan perbaikan badan lembaga perlindungan dan penanganan TKI.
KesimpulanPersoalan Tenaga Kerja Indonesia merupakan gambaran konkrit kemiskinan perempuan. Selama pemerintah masih belum bisa mengatasi kemiskinan, dan mensejahterakan warganya, maka jangan harap kebijakan penghentian TKI akan mampu meredam masalah. Ini justru akan menimbulkan dampak lebih besar di Indonesia, karena pengangguran jelas akan semakin bertambah.
Sebaiknya pemerintah segera membuat kebijakan berupa Undang-Undang bukan hanya sekedar rancangan belaka. Disamping itu pula lembaga-lembaga yang menangani penyaluran Tenaga Kerja Indonesia lebih memperketat pegawasan serta mempemudah akses perempuan tersebut utuk kembali ke Negaranya sesuai prosedur yang telah berlaku, sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKARusli Said (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: LP3ES
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja
http://www.bnp2tki.go.id/
Rahardja Prathama (2006). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit Faktas Ekonomi Universitas Indonesia
Suherman Rosyidi (2011). Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Rajagrafido Persada




0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive