Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2019

Masalah Tenaga Kerja Indonesia

Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Masalah Tenaga Kerja Indonesia
A. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Kemiskinan telah mengakibatkan munculnya serangkaian masalah sosial. Masalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah masalah sosial. Sepanjang tahun pemerintah Indonesia selalu dipusingkan dengan permasalahan TKI. Sepanjang tahun pula, pemerintah bermasalaah dengan Negara pengimpor TKI karena kasus-kasus kekerasan dan pedeportasian para tenaga kerja. Dan sepanjang tahun pula, tak ada solusi dan kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI. Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa tindak lanjut, sementara nasib para TKI semakin tragis dan terkesan dibiarkan.
B. Masalah Tenaga Kerja Indonesia
1. Permasalahan TKI di Dalam Negeri
a. Percaloan
Secara hukum keberadaan calo ini dilegalkan oleh pemerintah dalam UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Sehingga kemudian, pemerintah menganggap wajar jika banyak calo TKI yang berkeliaran dimana-mana bahkan menebar penipuan di kalangan calon TKI. Seringkali para calon TKI tertipu oleh para calo. Ketidaktahuan mereka akan informasi dan ketiadaaan pengalaman, membuat mereka lengah. Dan akhirnya uang yang mereka setorkan lenyap dan calon TKI pun tidak jadi bekerja di luar negeri. Keberagaman biaya yang dipasang oleh lembaga penyalur TKI seperti PJTKI, membuat para calo bebas menentukan harga. Ini menunjukkan UU yang ada masih lemah dan belum jelas dan tegas dalam mengatur pasal mengenai TKI.
b. Kondisi di Tempat PenampunganTidak jarang para calon TKI nekat bunuh diri karena tidak tahan pada perlakuan petugas di tempat penampungan. Kasus Tarmini yang tewas karena melarikan diri dari LPTKI adalah contoh konkret tentang hal ini. Secara prosdural, seharusnya mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di penampungan, bahkan berhak untuk mendapatkan penyuluhan dan pelatihan mengenai apa yang harus dilakukan di luar negeri sana ketika mereka menjadi TKI. Tapi, pada kenyataannya mereka justru menjadi korban penyiksaan, kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi oleh petugas. Bahkan mereka diarkan selama berbulan-bulan di penampuangantanpa nasib yang jelas.
c. Penempatan KerjaBukan menjadi rahasia lagi kalau ternyata penyaluran TKI ini disisipi oleh praktek human trafficking. Para calon TKI bukannya disalurkan di tempat kerjanya di luar negeri, justru malah dijual untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Majalah Tempo Interaktif tanggal 12 Juli 2004 menuliskan bahwa 80% TKI yang ditampung di KBRI Kuala Lumpur adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menderita penyakit kelamin.
d. Posisi Tawar yang RendahPelanggaran HAM yang diterima para TKI itu kurang lebih disebabkan karena posisi tawar mereka rendah. Pertama, mereka adalah kelompok yang kurang pengetahuan, informasi dan keterampilan sehingga mudah dibodohi. Kedua, munculnya banyak lembaga penyalur tenaga kerja nasional yang tidak melaksanakan mekanisme pemberangkatan secara profesional sesuai standar kelayakan, sehingga banyak kasus TKI yang masuk ke majikan yang salah. Ketiga, para TKI ini banyak yang tidak berdokumen resmi. Bagi TKI yang tidak berdokumen, ketika mendapat pelanggaran HAM tidak akan diurusi oleh pemerintah dan KBRI. Karena secara hukum, tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang memegang dokumen resmi.
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Pandriono dan kawan-kawan menemukan beberapa sebab TKI berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi yakni lebih cepat, lebih murah, tidak perlu persyaratan administrasi yang rumit seperti ijasah dan sertifikat ketrampilan khusus, bisa ikut pemutihan yang akan diadakan negara tujuan, mencari pekerjaan di Indonesia sulit dan gaji rendah, ekonomi keluarga kurang, tertipu oleh janji calo, tergiur teman yang telah berhasil sebagai TKI, dan tidak adanya informasi tentang mekanisme menjadi TKI di luar negeri
e. DiskriminasiDalam perjalanan pulang ke Indonesia, TKI sering mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah. Penggunaan Terminal III di bandara Soekarno_Hatta adalah bentuk perlakuan yang diskriminatif terhadap TKI, dengan dalih demi kelancaran dalam mengatur kepulangan TKI. Padahal para TKI itu adalah sama-sama manusia yang harus mendapat perlakuan sama pula dengan orang lain. Banyak kasus yang terjadi akibat pengalokasian di Terminal III ini para TKI sering diperas dan diincar oleh para penjahat. Karena mereka sudah tahu bahwa Terminal III adalah rombongan TKI yang pulang dengan membawa banyak uang. Akibatnya, mereka korban pungutan liar.
2. Permasalahan TKI di Luar Negeri
a. Tidak Digaji
Seringkali TKI yang sudah bekerja di luar negeri tidak di gaji oleh majikannya. Bahkan mendapatkan bomus penyiksaan dari nyonya rumah, pemerkosaan oleh tuan rumah, dan berbagai penyiksaan-penyiksaan lain. Sudah banyak kasus yang terjadi akibat penempatan TKI yang salah sasaran. TKI ini karena miskin pengetahuan, sehingga tertipu oleh majikan kalau uang gajinya disimpan untuk dibayarkan ke depan. Kasus Nirmala Bonat (19) dari NTT yang disiksa oleh majikannya di Arab Saudi dan tidak di gaji oleh majikannya adalah contoh nyata untuk masalah ini.
b. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia). Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks.
c. PenganiayaanNormawati dari Kopbumi (Konsorsium pendamping buruh migrant Indonesia) mengatakan bahwa dalam Januari 2004 saja paling tidak ada 80 orang TKI yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Polri karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri. Jumlah ini belum termasuk yang dipulangkan secara paksa tanpa sepengetahuan petugas.
d. PerkosaanPerkosaan ini banyak menimpa TKW. Baik itu oleh majikan, petugas di tempat penampungan, atau orang lain yang terkait dengannya selama ia menjadi TKW di luar negeri.
e. Jeratan HukumSepanjang tahun ini ada dua kasus TKI divonis hukuman mati, atas berbagai macam tuduhan, misalnya penganiayaan sampai pembunuhan terhdap majikannya. Dan pemerintah belum bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini, dengan alasan kondisi peraturan dan hukum yang berbeda di tiap Negara.
f. PendeportasianKasus ini disebabkan karena TKI banyak yang tidak memiliki dokumen resmi. Padahal, banyak juga TKI yang dokumennya ditahan sehingga tidak bisa melakukan apa-apa ketika harus dideportasi.
g. Penahanan DokumenSebenarnya para TKI yang tidak berdokumen itu adalah korban akibat penahanan dokumen mereka. Karena dokumen mereka ditahan, akhirnya ketika mereka mengalami penyiksaan, mereka tidak akan dipedulikan walaupun mereka melapor ke KBRI. Bahkan saat harus dideportasi dengan tuduhan TKI illegal, merekapun tak bisa berbuat apa-apa. Ini tindakan yang sangat diskriminatif sekali dari KBRI. Seharusnya, berdokumen ataupun tidak, para TKI ini tetap harus dilindungi. KBRI seharusnya paham dan menyadari bahwa permasalahan TKI ini begitu kompleks. Berdasarkan identifikasi di atas, maka permasalahan TKI sebetulnya dimulai sejak mereka mengurus keberangkatan sampai ke tempat penampungan dan di tempat kerja mereka di luar negeri.
C. Bentuk Perlindungan Bagi TKIPerlindungan pada TKI harus dilakukan pada prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas untuk melindungi para TKI. Sebagaimana yang dilansir buruhmigran.or.id  dalam artikel berjudul Perlindungan Sosial untuk TKI (3) pada 25 Juni 2012, beberapa payung hukum tersebut sebagai berikut. 
-    UU No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3783).
-    UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4279)
-    UU RI No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
-    UU RI No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

D. Solusi dari Permasalahan TKI
1. Mengoptimalkan Peran Institusi Dan Layanan Bagi TKI
Peran sebuah institusi untuk TKI sangat besar. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja, mengatur penempatan dan prosedur, menfasilitasi kebutuhan, dan menciptakan layanan yang terbaik. Pemerintah pun sudah membuat institusi untuk mengatur dan melayani TKI seperti BNP2TKI dan BP3TKI. BNP2TKI yang  memiliki layanan yang sangat bagus. Misalnya (bnp2tki.com, 30/6/2012)
-    Layanan penempatan Program G to G (Goverment to Goverment) dan Program P to P. Program G to G adalah penempatan TKI ke luar negeri oleh pemerintah yang hanya dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Negara-negara yang terlibat dalam program tersebut adalah Korea Selatan, Jepang, dan Timor Leste. Adapun Program P to P adalah TKI yang bekerja atas inisiatifnya sendiri.
-    Layanan informasi yang meliputi layanan penerbitan KTKLN, Layanan Pendataan dan Kepulangan TKI, Layanan Pengaduan Call Center, Layanan Call Center Informasi Penempatan dan Perlindungan TKI, Layanan Pengadaan Jasa dan Barang Secara Elektronik (LPSE), dan Layanan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)
-    Layanan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon TKI
-    Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Asuransi Calon TKI 
-    Perbaikan jajaran pemimpin di institusi TKI. Pemimpin orang yang kompeten, tegas, dan jujur. Mengapa? Pemimpin yang kompeten akan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mampu mempermudah dan memfasilitasi kebutuhan TKI. Adapun sikap tegas sangat diperlukan untuk menindak tegas para oknum yang melakukan penyelewengan terhadap TKI  dan bergegas pula dalam menyikapi, menindak, dan memutuskan berbagai persoalan yang membelit ruang lingkup TKI.
-    Perbaikan staff dan petugas di setiap layanan di institusi TKI. Staff dan petugas harus jujur dan kompeten. Kompetensi diperlukan agar setiap kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme kerja. Adapun jujur menjadi hal yang wajib dimiliki  agar tidak terjadi upaya-upaya penyelewengan atau pungutan liar pada TKI.  
-    Institusi harus memperbaiki kualitas layanan. Prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Harus dicantumkan denah prosedur yang jelas di gedung dan loket layanan. Kelengkapan dokumen yang harus dibawa pun dicantumkan berikut biaya yang dihabiskan. Denah prosedur dan dokumen tidak hanya dipasang di gedung, melainkan juga diumumkan di website agar semua orang bisa mengakses pengumuman tersebut. Selain itu, pengunggahan data sekaligus digunakan sebagai tolak ukur untuk mengkritisi pelaksanaan layanan. Jika ditemukan penyelewengan atau ketidaksesuaian dengan prosedur, maka bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang.
-    Setiap layanan harus disosisalisasikan pada masyarakat  umumnya, dan pada calon TKI khususnya. Sosialisasi harus dilakukan lewat berbagai media seperti media cetak, media elektronik, dan website. Sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah missunderstanding terhadap layanan yang diperuntukkan pada TKI. Selain itu, sosialisasi juga mencegah munculnya layanan TKI palsu yang merugikan masyarakat.
-    Mengadakan evaluasi atas layanan yang telah dijalankan. Evaluasi tersebut meliputi kinerja para petugas yang melakukan pelayanan, respon para pengguna layanan (TKI dan orang yang berkepentingan) yang merasa puas/tidak puas/dirugikan/terbantu atas layanan yang tersedia, efektivitas layanan, efisiensi layanan, dampak positif-negatif layanan, dan upaya perbaikan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Evaluasi tidak hanya dilakukan secara tertutup, melainkan bisa juga melibatkan para TKI sebagai responder dan mengundang awak media untuk mensosialisasikan hasil evaluasi agar diketahui masyarakat dan sebagai wujud keterbukaan atas munculnya kritik dan saran yang positif.
-    Prapenempatan. Pada masa ini, institusi berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab untuk mengurusi keperluan TKI yang akan berangkat ke luar negeri.  Institusi membuka pelayanan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu pelayanan administrasi dan pelayanan praktek. Pertama, pelayanan administrasi berkaitan dengan pengurusan dokumen, kelangkapan administrasi, dan surat-menyurat. Pada layanan ini, prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Kedua, pelayanan praktek yang berkaitan dengan proses pembekalan kompetensi pada calon TKI. Misalnya Balai Latihan Kerja. Pada pelayanan ini, harus benar-benar dipastikan bahwa pembekalan kemampuan TKI berlangsung optimal. Dengan demikian para calon TKI kita mendapatkan keterampilan yang baik dan bisa menjadi bekal mereka untuk merantau ke luar negeri.
-    Penempatan. Pada saat penempatan, institusi berperan sebagai pengawas. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi keselamatan para TKI dan memberikan perlindungan bagi mereka. Di sinilah saat pemerintah dan institusi TKI harus benar-benar bekerja keras agar tidak teradi kasus kekerasan majikan pada TKI, penahanan gaji, dan lain-lain.
-    Purnapenempatan. Pada saat purnapenempatan, institusi TKI berperan sebagai fasilitator kembali. Artinya institusi bertanggung jawab untuk mengurusi dokumen dan administrasi kepulangan para TKI. Selain itu, mereka juga harus memberikan pembekalan pada purna-TKI tentang cara berwirausaha, mengatur keuangan, dan merencanakan kehidupan masa depan. Pembekalan macam ini sangat penting agar kehidupan para purna-TKI akan lebih baik.
2. Mendirikan Perwakilan RI Diseluruh Negara Tujuan Penempatan TKIPerwakilan RI ini sangat penting didirikan di setiap negara penempatan TKI karena mereka adalah institusi yang bertanggung jawab untuk mengurusi masalah TKI di negara tersebut. Merekalah yang bertugas mengurusi paspor, memfasilitasi kebutuhan TKI, dan menyelesaikan masalah yang dialami TKI. Tanpa ada perwakilan RI di negara penempatan, sangat terbuka ruang penyelewengan yang dialami oleh para TKI, seperti yang terjadi di Taiwan.
3. Melakukan Pengawasan Dan Perbaikan PJTKIPJTKI adalah badan atau lembaga yang menawarkan jasa untuk menyalurkan tenaga kerja ke negara tetangga. Sayang, muncul berbagai kasus PJTKI nakal. Mereka melakukan berbagai pelanggaran seperti pemaksaan seseorang menjadi TKW, pemalsuan dokumen, identitas, umur, hingga pelanggaran UU Perlindungan Anak. Berdasarkan data yang dilansir oleh Polda Metro Jaya, tercatat 11 kasus pelanggaran PJTKI sejak januari -juni 2011 (metro.news.viva.co.id, 22/6/2011)
Ringkasan Materi
Tenaga Kerja Indonesia merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin.
Permasalahan TKI dibagi menjadi dua bagian yaitu permasalahan tenaga kerja Indonesia dalam negeri dan luar negeri. Permasalahan TKI dalam negeri yaitu percaloan, kondisi penempatan TKI yang buruk, penempatan kerja yang buruk, posisi tawar yang rendah, diskriminasi. Permasalahan TKI luar negeri yaitu tidak digaji, penahanan dokumen, penganiayaan, pemerkosaan, jeratan hukum, pendeportasian.
Solusi dalam mengatasi permasalahan TKI dan langkah yang harus diambil pemerintah adalah mengoptimalkan pelayanan bagi TKI, mendirkan perwakilan RI diseluruh negara tempat tujuan TKI, melakukan pengawasan dan perbaikan badan lembaga perlindungan dan penanganan TKI.
KesimpulanPersoalan Tenaga Kerja Indonesia merupakan gambaran konkrit kemiskinan perempuan. Selama pemerintah masih belum bisa mengatasi kemiskinan, dan mensejahterakan warganya, maka jangan harap kebijakan penghentian TKI akan mampu meredam masalah. Ini justru akan menimbulkan dampak lebih besar di Indonesia, karena pengangguran jelas akan semakin bertambah.
Sebaiknya pemerintah segera membuat kebijakan berupa Undang-Undang bukan hanya sekedar rancangan belaka. Disamping itu pula lembaga-lembaga yang menangani penyaluran Tenaga Kerja Indonesia lebih memperketat pegawasan serta mempemudah akses perempuan tersebut utuk kembali ke Negaranya sesuai prosedur yang telah berlaku, sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKARusli Said (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: LP3ES
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja
http://www.bnp2tki.go.id/
Rahardja Prathama (2006). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit Faktas Ekonomi Universitas Indonesia
Suherman Rosyidi (2011). Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Rajagrafido Persada




Kelompok Kerja Swakelola

Sistem Pengendalian Manajemen
Kelompok Kerja Swakelola

Kelompok atau group didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama berupaya mencapai tujuan. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang para anggotanya saling berinteraksi terutama untuk saling berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam wilayah kewenangannya masing-masing.
Kelompok kerja swakelola adalah salah satu perkembangan baru yang paling berpengaruh dalam desain pekerjaan yang merupakan kumpulan oraang-orang yang diberdayakan dan mampu menetapkan sendiri tujuan, memecahkan masalahmereka sendiri, mengambil keputusan mereka sendiri, dan merespon tuntutan tuntutan yang perlu dalam lingkungan mereka selama dianggap cocok.
Kelompok kerja swakelola adalah salah satu perkembangan baru yang paling berpengaruh dalam desain pekerjaan yang merupakan kumpulan oraang-orang yang diberdayakan dan mampu menetapkan sendiri tujuan, memecahkan masalahmereka sendiri, mengambil keputusan mereka sendiri, dan merespon tuntutan tuntutan yang perlu dalam lingkungan mereka selama dianggap cocok. Pada hakekatnya kelompok swakelola bersifat lintas fungsional dan anggota-anggotanya menjalankan sendiri kewajiban-kewajiban mereka, sehingga tidak perlu diawasi penyedia atau mandor sebagaimana biasanya. Jadi kelompok ini sangat penting karena mengurangi lapisan hirarki kepemimpinan dan mempercepat respons organisasi. Kelompok ini penting dalam penjadwalan, seleksi personel, pelatihan dan evaluasi para anggota kelompok , penyelesaian konflik serta distribusi imbalan kepada anggota-anggotanya.
Swakelola menghapuskan pembagian kerja permanen antara manajer dan pekerja. Pada prinsipnya, mereka yang melakukan kerja produktiflah  mulai dari membuat, merancang, merawat peralatan, mengumpulkan informasi, mengalokasikan peruntukan, dan seterusnya, yang memanajemeni kerja-kerja mereka sendiri. Swakelola bermakna pekerja mengelola pekerjaan mereka secara mandiri, oleh karenanya tidak diperlukan lagi manajer professional ataupun manajemen hirarkis.
Hasil-hasil penelitian memberikan nilai plus bagi inovasi desain kerja ini karena banyak manfaat positif yang diperoleh, termasuk produktifitas yang tinggi, tinggkat kehadiran yang lebih baik, penurunan tingkat masuk karyawan serta peningkatan kualitas produk dan kualitas hidup pekerjaan para karyawan.
 
Untuk dapat mengarahkan diri sendiri (self directed) diperlukan pemahaman proses : “Tahap-tahap dalam perkembangannya adalah tahap awal, tahap kebingungan, tahap dimana pimpinan menjadi sentral, tahap pembentukan kelompok-kelompok kerja dan akhirnya tahap-tahap kelompok kerja yang mengarahkan diri sendiri.”
Batu loncatan berikut ini penting sekali dalam pembentukan kelompok-kelompok swakelola yang sukses :
1.    Sadarnya bahwa kelompok-kelompok kerja yang self-diricted dibentuk hanya untuk satu periode waktu tertentu saja. Kelompok kelompok ini tidak bisa diharapkan berfungsi sempurna jika selalu terjadi bongkar pasang.
2.    Pelatihan kesadaran harus dilakukan jauh sebelum pembentukan kelompok dan harus difokuskan pada pemahaman bersama mengenai apa yang diharapkan, identitas bersama, dan peran yang dimankan oleh setiap anggota.
3.    Ingat bahwa setiap kelompok bersifat unit serta harus diberikan pelatihan dan perhatian khusus sesuai dengan masalah yang dihadapi.
4.    Ketahuilah bahwa tidak ada seorangpun yang menyukai upaya pemberdayaan karena itu bersiaplah menghadapinya.
5.    Ciptakan kebijaksajaan dimana setiap orang harus percaya dan harus benar bahwa tidak ada seorangpun akan menderita karena perbaikan perbaikan dalam produktivitas melalui upaya-upaya kelompok.

Kearifan
“Sulit untuk menemukan organisasi yang mencapai peningkatan produktifitas dan kualitas yang siknifikan dan berkelanjutan tanpa peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengelolaan perusahaan.” Bagi Catalytica Associates, sebuah pabrik penghasil produk kimia, setiap kelompok swakelola bertanggung jawab dalam memproduksi satu bagian produk. Struktur kelompok ini datar sehingga banyak keputusan yang diambil didalam unit sendiri. (James A. Cusumano, “The Winning Team”, Chemical Marketing Reporter, 11 April 1994, hal.SR.11.)
Menurut Jack Orsburn, kelompok kerja yang self directed meningkatkan kualitas, menekan biaya, meningkatkan efektifitas penjadwalan, dan pengambilan keputusan. (Nancy A. Hitchcock, “Can Self-Managed Teams Boost Your Botton Line?”, Modern Materials Handling, Februari 1993, hal 57.)
Setiap anggota kelompok harus memiliki keterampilan interpersonal khusus, terutama keterampilan berkomunikasi. Tanggung jawab bersama atas hasil yang dicapai bersifat wajib, karena merupakan kebijakan pekerjaan anda. Swakelola, pada akhirnya akan berarti bahwa setiap orang akan menginternalisasikan peran dan tanggung jawab para penyelia dan mandor. Untuk melakukan ini, setiap orang harus memiliki akses terhadap informasi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan guna menganalisa, menginterpretasi dan menggunakan informasi tersebut.

Kelompok-kelompok kerja harus sering bertemu, termasuk untuk saling mengenal, menganalisa upaya upaya yang sudah dilakukan dan memikirkan pekerjaan-pekerjaan yang akan datang. Keunggulan kelompok kerja swakelola (Mahmoud Salem, Harold Lazarus dan Joseph Cullen,”Developing Self-Managing Teams: Structure and Performance”, Journal of Management Development, Vol II No 3, 1992, hal.24.) adalah :
1.    Penurunan absensi
2.    Peningkatan produkktifitas
3.    Peningkatan kepuasan kerja karyawan
4.    Angkatan kerja yang memiliki keterampilan beragam
5.    Fleksibilitas yang semakin tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan
6.    Berkurangnya kebutuhan akan manager

Jika anda membentuk kelompok-kelompok swakelola dengan menggunakan model penyelia pemimpin ada beberapa cara yang dapat digunakan para penyelia untuk menginspirasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kelompok. Pedomannya antara lain sebagai berikut :
1.    Penyelia harus dihormati dan dipercaya
2.    Anggota-anggota kelompok harus sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab kepada kelompok
3.    Kelompok harus diberikan kebebasan dan kewenangan sebanyak mungkin
4.    Para manager harus ingat bahwa membangun kelompok yang saling bergantung membutuhkan waktu
5.    Para anggota kelompok harus terus disibukkan dan ditantang guna membentuk rasa tanggung jawab
6.    Para penyelia harus menekankan tanggung jawab harian dan memberi pujian kepada anggota kelompok jika mereka memang berhak untuk mendapatkannya
7.    Kelompok harus diperbolehkan membentuk pernyataan misinya sendiri dan menetapkan tujuan-tujuannya sendiri
8.    Para penyelia membiarkan para anggota kelompok saling mendiskusikan deskripsi pekerjaan masing-masing dan, jika perlu meluruskannya
9.    Kelompok harus berpandangan luas
10.    Superfisi kelompok harus seminimal mungkin
11.    Yang harus diperhatikan adalah bahwa potensi kesalahan akan selalu ada
 
Jika kelompok kerja ingin berhasil, keterampilan keterampilan yang saling berhubungan berikut ini harus ada :
1.    Semangat mendengarkan secara aktif
2.    Komunikasi
3.    Pemecahan masalah dan konseling
4.    Pengembangan kelompok
5.    Alokasi pekerjaan
6.    Hubungan-hubungan kelompok
7.    Delegasi
8.    Standar kualitas
9.    Penetapan tujuan
10.    Manajemen interaktif
11.    Pengambilan keputusan yang partisipatif
 
Produktivitas merupakan sebuah proses berkelanjutan jika individu-individu diberi motivasi dan melaksanakan penugasan konseptual atau yang kaya informasi. Pikiran kreatif selalu berperan dan jika kondisinya tepat, maka fokus pada hasil hasil produktif tidak hanya mungkin tetapi bisa dicapai. Ini dapat terhambat jika individu-individu atau organisasi mengganggu para kontributor dengan mengalihkan perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang bersifat politis, karir dan kehidupan organisasi. Kerugian yang akan timbul tak ternilai jika sistem manusia, dikecewakan oleh kepicikan ditempat kerja, ketika implus-implus kreatif dibuat tak berdaya
Menurut Wolf Schnitt of Rubbermaid, kelompok-kelompok swakelola adalah kunci bagi inovasi dan tanggung jawab :
Bentukan serangkaian kelompok yang mereplikasi struktur manajemen induk, seperti daun-daun pada sebatang pohon. Berikan tanggung jawab kepada masing-masing kelompok untuk menciptakan, menyempurnakan dan memasarkan produk. Jika ada jens produk baru, bentuklah kelompok baru pula untuk menanganinya. Dan jika produk telah melewati rentang hidupnya bebarkan kelompok tersebut, menurut Schmitt “pabrik tentu akan kehilangan sebagian dari dirinya, tetapi tidak akan mati karenanya. Sebaliknya semangatnya akan berpindah ke bagian lain dari pabrik tersebut” (Mrdhell Loeb, “How to Grow A New Product Every Day”, Fortune, 14 November 1994, hal.269.) Ini akan menimbulkan perasaan memiliki dan kewiraswastaan dalam kelompok-kelompok tersebut dan akan memungkinkan perusahaan masuk-keluar pasar dengan cepat
Gaya informal, tidak birokratis, dan dengan biaya rendah, yang menjadi ciri W.L Gore & Associates, pada saat pendirinya sudah tidak efektif  lagi, namun perusahaan ini kini memiliki lebih dari 5000 karyawan dan penjualannya meningkat pesat mendekati $1 milyar. Garis-garis komunikasi langsung tanpa perantara. Tidak ada otoritas yang tetap dan didelegasi. Tidak ada otoritas yang tetap dan didelegasikan. Yang ada adalah sponsor bukan atasan. Kepemimpinan alamiah didefinisikan sebagai sponsorship. Berbagai tujuan ditetapkan oleh mereka yang harus “mewujudkan” pencapaiannya. Tugas dan fungsi-fungsi diatur melalui komite. Ini adalah dasar dari apa yang mereka sebut organisasi kisi-kisi. (Frank Shipper, Charles C.Manz, “Employee Self-Management Without Formally Designated Teams : An Alternative Road to Empowerment”, Organizational Dynamics, Winter 1992, hal. 50-54.)
Pada pabrik kardus Baltimore, salah satu pabrik Chesapeake Packaging Co., yang berbasis di Richmond, VA, terdapat delapan “perusahaan” yang dibentuk oleh manager pabrik, Bob Argabright. Perusahaan-perusahaan ini berhubungan dengan departemen-departemen pada pabrik sejenis lainnya. Tidak seperti departemen, perusahaan perusahaan ini memilih sendiri pemimpin mereka, melakukan sendiri penerimaan pegawai dan menemukan sendiri proses-proses pekerjaan mereka. Mereka bertanggung jawab atas anggaran, produksi, dan tingkat kualitas. Mereka menghadapi sendiri pelanggan mereka, urusan internal dan eksternal. Pabrik baltimore mengalami kerugian ketika diambil alih. Arggabright pada tahun 1988. Pabrik ini berhasil mengubah keuntungan yang kecil pada tahun 1991 dan kemudian meningkat 60% pada tahun berikutnya, semua terjadi pada volume penjualan yang relatif sama. (John Case,”A Company of Bussinesspeople”,Inc.,April 1993, hal.79.)
Harapan Semu
   
 Sebuah hasil survei terhadap 20 orang yang pernah bekerja dalam kelompok swakelola menunjukkan bahwa dari mereka yang gagal atau ragu ada lima pokok yang tampak :
1.    Ketidak percayaan karyawan kepada motif-motif manajemen
2.    Apa yang diharapkan kurang jelas
3.    Resistensi
4.    Lemahnya keterampilan partisipatif manejemen
5.    Rendahnya komitmen manajemen puncak
Hambatan-hambatan tersebut saling berkaitan. Jika para manajer tidak memiliki keterampilan partisipatif yang baik, maka kepercayaan karyawan akan menurun. Jika orang-orang tidak tahu apa yang diharapkan maka mereka akan cenderung menghambat. Jika manajer tidak terlibat dalam partisipasi, maka komitmen mereka akan rendah. (Darcy Hitchcock,”Overcoming the Top Ten Team Stoppers”,Journal for Quality and Participation, Desember 1992,hal.42.)
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan sering tampak berlebihan pada saat sebuah kelompok berhadapan dengan berbagai permasalahan. Beberapa orang berpendapat hal ini akan mempersulit proses pengambilan keputusan. Kegagalan juga disebabkan olah pelatihan yang tidak memadai, veto manajemen terhadap keputusan-keputusan kelompok sistem kompensasi dan imbalan yang tidak memadai, kurangnya penghargaan dan dukungan yang berkelanjutan.
Perusahaan-perusahaan biasanya melakukan enam kesalahan umum dalam membentuk dan melatih kelompok :
1.    Mencampuradukan upaya saling mengenal dengan pembentukan keterampilan
2.    Memberikan pelatihan sensitivitas, bukan pelatihan keterampilan perilaku,
3. Mencampuradukan antara upaaya memperoleh pengetahuan dengan upaya memperoleh keterampilan
4.    Berusahan agar pelatihan berlangsung dengan cepat dan mudah
5.    Melakukan hal-hal yang salah pada saat waktu yang tidak tepat
6.  Membeli program-program pelatihan yang tidak efektif yang kelihatannya baik tetapi tidak menghasilkan perubahan perilaku yang berarti.

Komitmen Yang Diperlukan
    Disamping waktu, kelompok-kelompok swakelola membutuhkan pelatihan atau kursus-kursus penyegaran, guna pembentukan keterampilan dan waktu untuk memproses masalah-masalah yang timbul dalam pekerjaan mereka. Pada awalnya hal ini akan menganggu manajer dan karyawan karena pemborosan waktu yang tak kunjung selesai dan kerumitan persoalan yang akan timbul. Namun demikian dengan adanya pelatihan dan keterampilan fasilitasi, manajer dapat membantu kelompok untuk melewati tahap yang sulit ini dan memperoleh dasar yang tepat bagi pengembangan diri. Kemudian ketika kesulitan-kesulian awal mulai berkurang, waktu akan bisa dihemat dengan beberapa cara, pertama karena rutinitas-rutinitas baru akan lebih efisien dan kedua dengan bekerja sama secara kontinyu, para anggota kelompok akan belajar menempu jalan pintas dalam proses serta memahami bakat dan keterbatasan teman-temannya dan bagaimana memanfaatkannya dalam tanggung jawab yang mereka emban bersama.
    Dukungan manajemen sangat penting “Dalam penelitian terhadap 4500 kelompok pada lebih dari 500 organisasi, Wilson Learning Corp. menemukan bahwa infrastruktur, kebijakan dan prosedur organisasi yang ada sering menimbulkan ancaman bagi keberhasilan kelompok-kelompok kerja.” (Erica Gordon Sorohan,”Training and Development, April 1994 hal.14) Jadi lingkungan harus dipersiapkan untuk menerima fokus baru pada kelompok dan pelatihan keterampilan interpersonal, dan manajemen kelompok harus mampu mengatasi konflik-konflik dan kemacetan yang tidak dapat dihindari. Organisasi dapat memilih karyawan dan memperkerjakan mereka yang cocok dengan lingkungan seperti ini, namun kebijakan dan struktur juga harus konsisten dengan tujuan dibentuknya kelompok kerja. Jika karyawan tidak cepat siap maka pelatihan untuk mengatasi ketidak mampuan anda dalam bekerja dilingkungan swakelola dan keraguan anda untuk bertindak demikian, akan berlangsung lama. 
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kerja swakelola adalah kelompok kerja yang dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan organisasinya dilakukan sendiri baik pengambilan keputusan menetapkan tujuan, memecahkan masalah dan merespons tindakan-tindakan yang perlu dilakukan dalam lingkungan mereka apabila dianggap cocok, seolah-olah peran manajer tidak terlihat.


Sabtu, 24 Agustus 2019

"Ontologi Ilmu" Filsafat Ilmu

ONTOLOGI ILMU
 

BAB I  
PENDAHULUAN  

A.    Latar Belakang  

Pada setiap kajian ilmu pada dasarnya memiliki dua jenis objek, yang pertama objek material dan yang kedua objek formal. Objek material dikatakan sebagai sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti perilaku manusia yang adalah objek material strategi manajemen pemasaran. Ada juga objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Menurut Bakhtiar (2005: 2) menjelaskan objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Objek material filsafat dibagi atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam sudut kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Cakupan objek filsafat cenderung lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan non empiris. Karenanya menurut pembahasan beberapa pakar filsafat, proses terbentuknya ilmu itu sendiri tidaklah dapat dipisahkan dari kajian filsafat karena secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat. Sejak awal filsafat melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional dan logis, termasuk pula hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama, kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2007: 24) yang mengemukakan bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pionir, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Karena filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Dalam perkembangannya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai suatu induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi dan sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari cabang-cabang filsafat, yaitu epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat ilmu yang sedang dibahas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu karena filsafat adalah induk dari ilmu itu sendiri, mengutip pernyataan Bakhtiar (2005: 7) filsafat tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga membimbing ilmu. Di lain sisi, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat diantaranya satu bidang ilmu biasanya ilmuwan fisika melihat diri mereka lebih tinggi daripada ilmuwan ilmu sosial dengan yang lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
Di dalam filsafat terdapat istilah ontologi yang merupakan hakikat apa saja yang akan dikaji dalam filsafat pendidikan. Apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Adapun hakikat yang akan dikaji yaitu mengenai metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batas - batas penejelajahan ilmu.

B.    Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud ontologi?
  2. Apa sajakah yang menjadi masalah dalam ontologi?
  3. Bagaimana bentuk aliran paham dalam ontologi?
  4. Apakah yang menjadikan kelebihan dan kekurangan ilmu?
C.    Tujuan
  1. Mengetahui apa yang dimaksud ontologi
  2. Memahami apa yang menjadi masalah dalam ontologi
  3. Mengetahui bentuk aliran paham dalam ontologi
  4.  Memahami kelebihan dan kekurangan ilmu

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas). Secara bahasa, kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos berarti being, dan Logos berarti Logic. Jadi, dapat dikatakan ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau bisa juga ilmu tentang yang ada (bakhtiar,2005: 219).
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam (bakhtiar,2005: 219). membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi . Secara etimologis metafisika berasal dari kata “meta” dan “fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan “fisika”, berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan “nature”, yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya di luar hal yang ditangkap pancaindra.
Metafisika mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh indra. Namun metafisika mempelajari manusia melampaui atau diluar fisik manusia dan gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi, metafisika mempelajari manusia jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan tentang kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari adalah hakikatnya, di luar dunia fenomenal (dunia gejala), menurut (Salam 1997: 71)
Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam salam (1997:71) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika atau ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi, Teologi, dan Antropologi.
Hal lain yaitu Probabilitas atau sering disebut Peluang. Salah satu referensi dalam mencari kebenaran, manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih dari kekeliruan atau kesalahan. Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut.
Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.
Hal yang berkaitan dengan ontologi selanjutnya ialah Asumsi. Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.
Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Asumsi pertama menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taxonomi yang baik.
Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan bila objek selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun begitu tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian yang absolut, sebab alam perjalanan waktu tiap benda akan mengalami perubahan. Oleh sebab itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda-beda untuk tiap benda.
Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan X mempunyai kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). 

B.    Masalah Dalam Ontologi
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati, yaitu :
1.    Jumlah dan ragam
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi seluruh ontologi.
2.    Pertentangan
Rasanya orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan kemerosotan.
3.    Hampiran
Untuk menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya. Analisis mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.

C.    Aliran Paham Dalam Ontologi
Mempelajari pemahaman ontologi muncul beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran dalam pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Sehingga lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
1.    Monoisme : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
1.1    Materialisme. Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
1.2    Idealisme. Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis denganntya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruag. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
2.    Dualisme : Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern)
3.    Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara
4.    Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas
5.    Agnostisime, berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknow. A artinya not, Gno artinya know. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakekat materi maupun hakekat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Jadi paham ini mengenai pengingkaran tau penyangkalan terhada kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakekatnya, namun tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.

D.    Kelebihan Dan Kekurangan Ilmu
Dibandingkan pengetahuan lain maka ilmu berkembangn dengan sangat cepat. Salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan ini ialah faktor sosial dari komunikasi ilmiah yang membuat penemuan individual segera diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya. Tersedianya alat komunikasi tertulis dan komunikasi elektronik dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, micro film, telegraf dan sebaginya sangat menunjang intensitas komunikasi ini. suatu penemuan baru dinegara yang satu segera dapat diketahui oleh ilmuwan dinegara-negara lain.
Penemuan ini segera diteliti kebenarannya oleh kalangan ilmiah karena prosedur untuk menilai kesahihan (validity) pengetahuan sama-sama telah diketahui dan disetujui oleh seluruh kalangan ilmuwan. Percobaan ilmiah harus selalu dapat diulang dan sekitarnya dalam pengulangan ternyata pernyataannya didukung oleh fakta maka kalangan ilmiah secara tuntas menerima kebenaran pengetahuan tersebut.
Seluruh kalangan ilmiah menganggap permasalahan mengenai hal tersebut telah selesai dan ilmu mendapatkan pengetahuan baru yang diterima oleh masyarakat ilmuwan. Dengan demikian maka ilmu berkembang dengan pesat dalam dinamika yang dipercepat karena penemuan yang satu akan menelorkan penemuan-penemuan lainnya. Hipotesis yang telah teruji kebenaranya segera menjadi teori ilmiah yang kemudian digunakan sebagai premis dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis selanjutnya. Secara kumulatif maka teori ilmiah berkembang seperti piramida terbalik yang makin lama makin tinggi.
Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan yang satu didasarkan pada penemuan-penemaun sebelumnya. Sebenarnya hal ini tidak seluruhnya benar karena sampai saat ini belum satupun dari seluruh disiplin keilmuan yang berhasil menyusun suatu teori yang konsisten dan menyeluruh. Bahkan dalam fisika, yang merupakan prototipe bidag keilmuwan yang relatif paling maju, satu teoori yang mencakup segenap teori fisik kita dapat dirumuskan. Usagha untuk menyatukan teori relativitas umum, elektrodinamika, dan kuantum sampai saat ini belum dapat dilaksanaka. Teori ilmiah masih merupakan penjelasan yang bersifat sebagian dan tentatif sesuai dengan tahap perkembangan keilmuan yang masih sedang berjalan. Demikian juga dalam jalur perkembangan ini belum dapat dipastikan bahwa kebenaran yang sekarang ditemukan dan diterima oleh kalangan ilmiah akan benar pula dimasa yang akan datang.
Ilmu telepas dari berbagai kekurangan, dapat memberikan jawaban positif terhadap permasalahan yang dihadapi manusia pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini penilaian terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawaban yang diberikannya terhadap permasalahan manusia dalam tahap peradaban tertentu. Adapun fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa dalam abad kedua puluh ini kita menggunakan berbagai ragam teknologi seperti mobil, pesawat terbang dan kapal laut, sebagai sarana pengangkutan kita berdasarkan pengetahuan yang kita terima kebenarannya sekarang ini. dikemudian hari mungkin saja ditemukan sarana pengangkutan lain yang cocok dengan peradaban pada waktu itu yang pembuatannya didasarkan atas pengetahuan baru yang akan mengusangkan pengethauna yang sekarang kita anggap benar.
Bagi tahap peradaban kita sekarang ini, maka semua itu tidak menjadi soal karena penerapan pengetahuan kedalam masalah kehidupan kita sehari-hari masih dirasakan banyak manfaatnya. Masalahnya tentunya akan lain lagi bila hal ini dihubungkan dengan pengetahuan yang bersifat mutlak. Manusia dalam menghadapi masalah yang sangat hakiki seperti tuhan dan kemudian tidak bisa lagi mendasarkan diri pada pernyataan-pernyataan ilmiah yang tidak berubah dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan peadaban manusia.
Dalam hal ini maka ilmu Tidak dapat memberikan jalan keluar dan manusis harus berplaing kepada sumber yang lain, umpamanya agama. Ilmu tidak berwenang untuk menjwabnya, sebab hal itu berada diluar diluar bidang telahaannya. Secara ontologi ilmu membatasi diri hanya dalam ruang ingkup pengalaman manusia. Diluar bidang empiris bisa mengatakan apa-apa. Sedangkan dalam batas kewenangannya ini pun, ilmu bukan tanpa cela, antara lain karena pancaindera manusia yang jauh dari sempurna.
Walaupun demikian kekurangan-kekurangan ini bukan merupakan alasan untuk menolak eksistensi ilmu dalam kehidupan kita. Justru ilmu merupakan pengetahuan yang telah menunjukkan keampuhannya dalam membangun kemajuan peradaban seperti kita lihat sekarang ini. kekurangan dan kelebihan ilmu harus digunakan sebagia pedoman untuk meletakkan imu ke dalam tempat yang sewajarnya. Sebab hanya dengan sifat itulah kita dapat memanfaatkan kegunaannya semaksimal mungkin bagi kemaslahatan manusia. Dalam mengatasi segalanya harus kita sadari bahwa ilmu hanyalah sekoalat itu dengan baik atau tidak. Menolak kehadiran ilmu dengan picik bearti kita menutup mata terhadap kemajuan masa kini, yang ditandai oleh kenyataan bahwa hampir semua aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh produk ilmu dan teknologi. Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakna ilmu, kita pun gagal untuk mendapatkan pengertian mengenai hakikat ilmu yang sesungguhnya.
Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, dan menerimanya sebagaimana adanya, mencintainya dengan kebijaksanaan, serta menjadikannya sebagai bagian dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya, dan bersama pelengkap kehidupan lainnya seperti seni dan agama, ilmu melengkapii kehidupan lainnya sepeti seni dan agama, ilmu melengkapi kehidupan dan memenuhi kebahagian kita. Tanpa kesadaran itu, maka kita hanya akan kembali kepada ketidaktahuandan kesengsaraan, seperti disyairkan Bryon dalam Manfred bahwa pengetahuan tak membawa kita ke kebahaigan, dan ilmu tidak lebih dari sekedar bentuk lai dari ketidaktahuan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas). Adapun masalah yang terjadi pada ontologi yaitu mengenai jumlah dan ragam, pertentangan dan hampiran. Aliran dalam filsafat Monoisme Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisime. Terdapat 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi Ilmu telepas dari berbagai kekurangan, dapat memberikan jawaban positif terhadap permasalahan yang dihadapi manusia pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini penilaian terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawaban yang diberikannya terhadap permasalahan manusia dalam tahap peradaban tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsall (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Salam, Burhanuddin (1997). Logika Materiil (filsafat ilmu pengetahuan). Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, J.S. (2007). Filsafat Ilmu : Sebua Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.




Jumat, 23 Agustus 2019

Kecerdasan Emosional Siswa

Psikologi Pendidikan
KECERDASAN EMOSIONAL 


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang


Emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yaitu kognitif (daya pikir) dan psikomotorik, emosi atau yang sering disebut aspek afektif, merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia. Namun tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi dalam proses belajar dan pembelajaran. Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep baru dalam dunia psikologi ataupun didalam pendidikan, jauh sebelumnya Thorndike telah mengungkapkan mengenai social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.

Terdapat  beberapa pendapat yang mengatakan kecerdasan emosional memiliki peran yang penting bagi kesuksesan hidup seseorang. Menurut Goleman (2009:44) mengungkapkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang setinggi-tingginya 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sisanya 80% lainnya diisi salah satunya oleh kecerdasan emosional. Jadi untuk menjadi pribadi yang sukses tidaklah cukup hanya mengandalkan intelektual, kecerdasan emosional juga perlu dimiliki oleh tiap individu.

Dalam proses belajar siswa, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi bekerja saling melengkapi. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai terlihat menjadi seperti orang bodoh. Menurut Goleman (2001) dalam Naderi (2008) tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum menemukan hubungan yang kuat dan positif antara kecerdasan dan prestasi akademik. Dengan demikian, kecerdasan emosi mempengaruhi kesuksesan siswa dan dapat menyebabkan perbedaan prestasi belajar antara siswa satu dengan yang lainnya. Pada hakikatnya kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain.

1. 2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari kecerdasan emosional?

2.      Apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional?

3.      Apa saja yang terdapat pada aspek-aspek kecerdasan emosional?

4.      Jelaskan ciri-ciri dari seseorang yang memiliki kecerdasan emosional?

5.      Apa saja keuntungan memiliki kecerdasan emosional yang memadai?


1. 3 Tujuan

1.      Mengetahui pengertian dari kecerdasan emosional

2.      Mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi kecerdasan emosional

3.      Mengetahui aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosional

4.      Memahai ciri-ciri dari seseorang yang memiliki kecerdasan emosional

5.      Memahami keuntungan memiliki kecerdasan emosional yang memadai


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Shapiro, (1997: 8) himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. 

Sedangkan menurut Dusek dalam Casmini (2007: 14) Inteligensi atau kecerdasan dapat didefinisikan melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.

Dan menurut Goleman (2009: 45) kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain.

2.2   Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosi juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting penunjangnya. Menurut Goleman (Casmini, 2007: 23-24) ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain :

a.              Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang. Setiap manusia akan memiliki otak emosional yang di dalamnya terdapat sistem saraf pengatur emosi atau lebih dikenal dengan otak emosional. Otak emosional meliputi keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan keadaan lain yang lebih kompleks dalam otak emosional.

b.             Faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal kecerdasan emosi adalah faktor yang datang dari luar dan mempengaruhi perubahan sikap. Pengaruh tersebut dapat berupa perorangan atau secara kelompok. Perorangan mempengaruhi kelompok atau kelompok mempengaruhi perorangan. Hal ini lebih memicu pada lingkungan.

2.3  Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional

Menurut Daniel Goleman (2005: 58-59) Aspek-aspek Kecerdasan Emosi yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai berikut :

a.       Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi diri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

b.      Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.

c.       Memotivasi diri sendiri

Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan.Mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di segala bidang.

d.      Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesadaran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu kemampuan mengenali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain. Menurut Goleman (2005: 59) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh oaring lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e.       Membina hubungan dengan orang lain

Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Menurut Goleman (2005: 274) ada tujuh unsur kemampuan anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah:

a.       Keyakinan

Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.

b.      Rasa ingin tahu

Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.

c.       Niat

Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.

d.      Kendali diri

Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali batiniah.

e.       Keterkaitan

Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.

f.       Kecakapan berkomunikasi

Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat dengan orang lain, termasuk orang dewasa

g.      Koperatif

Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa.

Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik, akan mempermudah peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.

2.4  Ciri-Ciri Seseorang Memiliki Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2007) orang yang secara emosi cakap adalah orang yang dapat mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif.

Adapun Jack Block (dalam Goleman, 2007) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa:

a.    Kaum pria yang tinggi kecerdasan emosinya, secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral; mereka simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka. Kehidupan emosi mereka kaya, tetapi wajar; mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya.

b.   Kaum wanita yang cerdas secara emosi cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, dan memandang dirinya secara positif; kehidupan memberi makna bagi mereka. Sebagaimana kaum pria, mereka mudah bergaul dan ramah, serta mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar; mampu menyesuaikan diri dengan beban stres. Kemantapan pergaulan mereka membuat mereka mudah menerima orang-orang baru; mereka cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka terhadap pengalaman sensual.

Berdasar uraian di atas, maka ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosi secara umum adalah mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu, baik pria maupun wanita yang cerdas secara emosi, mereka mudah bergaul dan ramah, mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar, mampu menyesuaikan diri dengan beban stres, mudah menerima orang-orang baru, cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka terhadap pengalaman sensual.

2.5     Keuntungan Memiliki Kecerdasan Emosional Yang Memadai

Menurut Yen, dkk. (2003) kecerdasan emosi memberi informasi penting yang menguntungkan. Umpan balik dari hati ini dapat memunculkan kreativitas, bersifat jujur mengenai diri sendiri, menjalin hubungan yang saling mempercayai, memberikan panduan nurani bagi hidup dan karier, membantu menghadapi kemungkinan yang tidak terduga, dan dapat menyelamatkan diri dari kehancuran. Kecerdasan emosi juga menuntut manusia untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri dan orang lain dan bisa memberi tanggapan yang tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Suharsono (2001), keuntungan seseorang memiliki kecerdasan emosi secara memadai adalah:

a.       Kecerdasan emosi jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri, sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh, yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

b.      Kecerdasan emosi bisa diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk.

c.       Kecerdasan emosi adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan, dalam bidang apapun juga.

Menurut Uno (2006) menyebutkan kegunaan emosi adalah untuk bertahan hidup dan mempersatukan semua manusia. Adapun Martin (2003) menyebutkan manfaat emosi adalah sebagai pembangkit energi, messenger (pembawa pesan), reinforcer (memperkuat pesan atau informasi yang disampaikan), dan balancer (penyeimbang kehidupan)


BAB III
PENUTUP

3. 1   Kesimpulan
Kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain. Seorang siswa yang memiliki kecerdasan emosional secara umum adalah yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Oleh sebab itu maka penting bagi guru dan sekolah untuk lebih memperhatikan aspek afektif (kecerdasan emosional) dalam proses belajar dan pembelajaran karena hal ini juga berpengaruh terhadap kesuksesan seorang siswa ketika nanti setelah memasuki dunia kerja terjun ke masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Casmini. 2007. Emotional Parenting. Yogyakarta :PilarMedika.

Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. (Alih bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan Alex Tri Kantjono. 2005. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Goleman, Daniel. 2007. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2009). Emitional Intelligence. Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. (Terjemahan T. Hermaya). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.

Martin,          A.D. 2003. Emotional Quality Management Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta: Arga.

Naderi, H., Abdullah, R., Hamid, T. A., Sharir, J. 2008. Intelligence and Gender as Predictors of Acedemic Achievement among Undergraduate Students. European Journal of Social Sciences, 7, 2.

Shapiro, L. E. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. (Alih bahasa: Alex Tri Kantjono). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suharsono. 2001. Melejitkan IQ, IE, dan IS. Jakarta: Inisiasi Press.

Uno, H. B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Yen, I., Tjahjoanggoro, A.J., Atmadji, G. 2003. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Kerja Distributor Multi Level Marketing (MLM). Anima Indonesian Psychological Journal, 18, 2, 187-194.

Penerapan Kurikulum 2013 di Indonesia

Teori Pendidikan
PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1     Latar Belakang


Dalam perkembangan diri seseorang pendidikan merupakan aspek yang penting. Dengan adanya pendidikan diharapakan pembentukan karakter seseorang yang baik serta memiliki wawasan yang luas. Begitu banyak macam pendidikan yang telah ditanamkan sejak dini mulai dari bidang sosial, keagamaan dan eksakta. Dalam mewujudkan tercapainya fungsi pendidikan tersebut, pendidikan di Indonesia dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat atas memiliki rancangan pendidikan yang disebut kurikulum. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I pasal 1 ayat 19 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Mengingat kurikulum sebagai rancangan pendidikan yang tak lain memiliki tempat yang strategis dalam pewujudannya, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar kurikulum sehingga penyempurnaan kurikulum terus berkembang.

Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang semua itu tujuannya tidak lain adalah untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Perubahan kurikulum dibutuhkan proses yang cukup panjang dan pemikiran matang. Salah satu penyebab terjadinya perubahan kurikulum di Indonesia dewasa ini adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri yang senantiasa berubah-berubah. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh kebutuan manusia yang selalu berubah yang dipengaruhi dari luar, seperti ekonomi. Politik ,dan kebudayaan, sehingga dengan adanya perubahan kurikulum tersebut pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara.

Dalam pendidikan Indonesia saat ini menggunakan kurikulum 2013 yang merupakan langkah lanjutan dari pengembangan kurikulum berbasis kopeensi yang telah di rintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kopetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Namun kebijakan implementasi kurikulum 2013 pada akhirnya mengalami pro dan kontra tentang implementasinya. Melalui beberapa pakar pendidikan yang telah menelaah implementasi Kurikulum 2013 memberikan pernyataan bahwa kurikulum 2013 belum siap untuk diimplementasikan di semua tingkat pendidikan. Sehingga dari keputusan tersebut Kementrian Pendisikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan bahwa tidak semua sekolah menerapkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 hanya diterapkan kepada sekolah yang siap dan mempunyai kriteria khusus, sehingga penunjukan sekolah diputuskan oleh pemerintah.

1. 2     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian kurikulum 2013?

2.      Apa dasar dari pembentukan kurikulum 2013?

3.      Apa tujuan kurikulum 2013?

4.      Bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam sistem pendidikan?

5.      Bagaimana strategi dalam menerapkan kurukulum 2013?

6.      Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan kurikulum 2013?

1. 3     Tujuan

1.      Mengetahui definisi kurikulum 2013

2.      Memahami dasar dari pembentukan kurikulum 2013

3.      Memahami tujuan dari kurikulum 2013

4.      Mengetahui bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam sistem pendidikan

5.      Mengetahui strategi dalam menerapkan kurikulum 2013

6.      Mengetahui kendala dalam menerapkan kurikulum 2013


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1       Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum secara etimologis kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin currerre yang berarti berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan. Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

2.2  Dasar Pembentukan Kurikulum 2013

Landasan pembentukan kurikulum berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I pasal 1 ayat 19, sedangkan landasan-landasan yang mendukung lainnya seperti filosofi, psikologi dan sosial budaya. Peranan kurikulum sangat penting dalam sistem pendidikan di Indonesia yaitu peranan konservatif, kreatif dan evaluatif.

Sejak zaman kemerdekaan hingga sekarang kurikulum yang pernah dipakai di Indonesia terus mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan dan penyesuaian dengan tuntutan perkembangan zaman. Kurikulum-kurikulum yang pernah dipakai di Indonesia menutut Putra (2011:6-11) meliputi:

1.      Kurikulum 1968

Kurikulum ini bersifat politis karena menggantikan rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan oleh produk lama. Tujuanya adalah membentuk manusia pancasila sejati. Kemudian, kurikulum ini juga disebut sebagai kurikulum bulat karena hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja.

2.      Kurikulum 1975

Ciri-ciri yang dapat dilihat pada kurikulum ini adalah menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Oleh karena itu setiap guru harus mengetahui tujuan apa saja harus dicapai oleh para muridnya. Setelah tujuan tersebut didefinisikan guru baru bisa untuk merencanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran apa saj ayng akan di rancang guna untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

3.      Kurikulum 1984

Kurikulum ini menggunakan aliran psikologi humanistik. Yang beranggapan bahwa peserta didik adalah makhluk yang mampu mencari sendiri, menjelajahi dan meneliti lingkunganya. Karena itu kurikulum ini menggunakan pendekatan proses tapi tetap berorientasi kepada tujuan. Kurikulum ini sering disebut dengan model cara belajar siswa aktif (CBSA)

4.      Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan uu no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Kurikulum ini memberikan dampak berubahnya sistem semester menjadi catur wulan. Sehingga dalam 1 tahun yang asalnya dibagi menjadi 2 tahap sekarang menjadi 3 tahap. Diharapkan siswa dapat menerima materi pelajaran yang cukup banyak. Disamping itu juga proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi pada materi pelajaran/isi)

5.      Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Dikarenakan adanya perubahan sistem struktural pada pemerintah, yaitu sistem sentralistik kepada sistem desentralisik sebagai konsekuensi logis dilaksanakanya UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (Otoda) maka dikembangakan kurikulum baru yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum ini memiliki cir-ciri diantaranya adalah menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik individual atau klasikal. Kemudian berorientasi pada hasil pembelajaran dengan metode pembelajaran yang bervariatif dan sumber belajar tidak hanya guru tetapi sumber belajar lainya yang edukatif.

6.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Secara yudris kurikulum ini diamatkan oleh UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada intinya kurikulum ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Isi (SI). Dimana Standar isi sendiri adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan. Kemudian untuk pengembangan KTSP diserahkan kepada Sekolah sesuai dengan kebutuhannya. Kemudian sekolah juga tidak boleh mendapat intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kementrian Pendidikan Nasional.

Selanjutnya dewasa ini mulai berkembang kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 2013. Kurikulum ini bukanlah kurikulum baru, tetapi merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Menurut Alawiyah (2013:1) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa kurikulum 2013 ini terdapat penambahan bahan ajar esensial yang belum ada pada KTSP. Selain mempertahankan materi yang masih relevan dan menghilangkan materi yang dianggap tidak penting.

2.3  Tujuan Kurikulum 2013

Perubahan kurikulum ini sedikit banyak memberi pengaruh terhadap siswa karena kurang siapnya siswa untuk beradaptasi dengan kurikulum yang baru, sehingga tidak menutup kemungkinan dapat menurunkan prestasi. Tujuan pemerintah mengganti kurikulum dalam pendidikan tidak lain karena ingin memperbaiki mutu pendidikan agar lebih berkembang dan mengikuti zaman, namun dalam penerapannya masih banyak kendala sehingga siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang baru. Sehingga dalam pelaksanaan evaluasi atau ujian nasional siswa menggunakan segala cara untuk mendapatkan standar nilai kelulusan. Tidak hanya itu, bahkan beberapa sekolah memberikan bantuan kepada siswanya dengan cara sembunyi-sembunyi. Hal ini semakin memperburuk mental anak bangsa sebagai kader penerus di masa depan.

Kurikulum 2013 mempunyai empat kompetensi inti (KI) yang berisi tujuan dari proses pembelajaran. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut (Permendikbud No. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah):

1.      Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;

2.      Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;

3.      Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan

4.      Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis karakter dan kompetensi (Mulyasa, 2013: 163). Kurikulum 2013 tidak hanya menekankan kepada pengusaan kompetensi siswa, melainkan juga pembentukkan karakter. Sesuai dengan kompetensi inti (KI) yang telah ditentukan oleh Kemendikbud, KI 1 dan KI 2 berkaitan dengan tujuan pembentukkan karakter siswa sedangkan KI 3 dan KI 4 berkaitan dengan penguasaan kompetensi siswa.


BAB III
PEMBAHASAN

3. 1     Penerapan Kurikulum 2013
Pada penerapan Implementasi kurikulum 2013, pemerintah dalam hal ini kemendikbud  (2012:18)  menyiapkan  strategi  agar  kurikulum  dapat  berjalan dengan maksimal. Adapun strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.      Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:

a.    Juli 2013: Kelas I, IV, VII dan X

b.    Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X dan XI

c.    Juli 2015: Kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI dan XII

2.        Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dari tahun 2013-2015

3.        Pengembanga buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014

4.        Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah(budaya kerja guru) tertutama untuk SMA dan SMK dimulai dari bulan Januari-Desember 2013

5.        Pendampingan dalam bentuk monitoring dan evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan:juli 2013-2016


3. 2     Strategi Menerapkan Kurikulum 2013

Selain strategi di atas, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga telah menyiapkan strategi implementasi Kurikulum 2013 sebagai berikut: (1) Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan/PTK. Pelatihan PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi yaitu: Tahun pertama 2013 sampai dengan tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan sepenuhnya diimplementasikan. Strategi pelatihan dimulai dengan melatih calon pelatih (Master Trainer) yang terdiri atas unsur-unsur yaitu Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, Guru inti Nasional, Pengawas, dan Kepala Sekolah Berprestasi. Langkah berikutnya adalah melatih master teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala sekolah.Pelatihan yang bersifat masal dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK; (2) Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru. Implementasi kurikulum dilengkapi dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh pemerintah. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam ketrampilan melakukan pembelajaran dan penilaian pada proses serta hasil belajar peserta didik. Pada bulan juli 2013 yaitu pada awal implementasi kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan guru. Ketersediaan buku adalah untuk meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu membeli buku baru; (3) Evaluasi Kurikulum. Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut: Formatif sampai tahun Belajar 2015-2016, Submatif: Tahun belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentuakan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum. Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran. (a) Evaluasi dilakukan di akhir tahun ke II dank e V untuk SD. Tahun ke VIII SMP dan tahun ke IX SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan untuk memperbaiki kelemahan hasil belajar peserta didik kelas/tahun berikutnya; (b) Evaluasi akhir tahun ke VI SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk menguji efektifitas kurikulum dalam mencapai Standar Kemampuan Lulusan(SKL).

Kemudian dalam implementasinya kurikulum 2013 menurut Alawiyah (2013:2) memiliki beberapa elemen perubahan, diantaranya :

1.      Elemen Standar Kompetensi Lulusan. Kurikulum 2013 menekankan pada peningkatan dan penyeimbangan antara soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi;

2.      Elemen Standar Isi. Struktur kurikulum dikembangkan menjadi lebih bersifat holistik yang berbasis sains (alam, sosial dan budaya). Selain itu terdapat pengurangan mata pelajaran serta penambahan jam pelajaran. Kemudian pemanfaatan Tujuan Intruksional Khusus (TIK) harus dilakukan di hampir seluruh mata pelajaran.

3.      Standar Proses. Secara garis besar perubahan pada elemen ini terjadi pada proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di kelas, tetapi di lingkungan sekolah dan masyarakat, ditambah guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar.

4.      Elemen Standar Penilaian. Pada elemen ini perubahan terjadi pada acuan penilaian yang berbasis kompetensi, pergeseran dari penilaian melalui tes menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Serta Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrument utama penilaian.


3. 3     Kendala Penerapan Kurikulum 2013

Walaupun sudah dipersiapkan dengan matang, teliti dan hati-hati, desain kurikulum 2013 ini tentunya tetap memiliki banyak kendala dalam implementasinya. Menurut Alawiyah (2013:2-5) terdapat beberapa kendala dalam implementasinya yaitu :

1.      Guru belum siap dan sulit mengubah pola pikirnya.

Penyiapan guru dimulai dari pelatihan guru yang telah diprogramkan, dimulai dari pemilihan instruktur nasional, guru inti, guru kelas dan guru mata pelajaran. Selanjutnya dalam pelaksanaan guru kelas maupun guru mata pelajaran tetap dalam pengawasan dan pendampingan. Selanjutnya masalah utamanya adalah pelatihan berlangsung searah dengan metode ceramah sehingga pelatihan berlangsung kurang menarik dan terkesan membosankan. Hal ini berkibat sulitnya mengubah pola pikir dan paradigmanya. Dikawatirkan hal ini akan berakibat buruk pada siswa karena guru belum menguasai dan belum siap untuk menggunkan kurikulum 2013.

2.      Guru pada beberapa mata pelajaran kehilangan tugas dan jam mengajar. Meniadakan dan menggabungkan beberapa mata pelajaran menjadi keresahan tersendiri bagi guru. Pasalnya mereka terikat syarat 24 jam pelajaran tiap minggu. Akibat dari kebijakan ini ada mata pelajaran yang kekurangan bahkan dihilangkan dari yang sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan adanya guru yang kekurangan jam pelajaran dari syarat 24 jam.

3.      Minimnya informasi mengenai pedoman dan sosialaisasi kurikulum 2013. Belum adanya program penjurusan atau minat di tingkat SMA dan tidak ada juga sosialisasi kepada kepala program Keahlian di SMK. Hal ini membingungkan pihak sekolah, guru dan murid. Pada pelaksanaanya banyak kasus kekurangan buku panduan pelajaran dari pemerintah pusat pada satuan pendidiakan karena belum didistribusikan dengan baik.

4.      Isi Buku Tidak Sesuai.

Pada kurikulum 2013, guru diberi buku yang disusun oleh pusat untuk proses pembelajaran. Akan teteapi pada kenyataanya dijumpai adanya ketidak sesuaian antara isi buku dengan materi dan perkembangan kognitif peserta didik. Beberapa temuan tersebut antara lain masih ditemukan analogi-analogi yang masih dirasa belum pantas diberikan kepada siswa karena mengandung kata-kata kasar dan bahan bacaan atau materi tidak sesuai dengan usia siswa. Hal ini juga menunjukkan kelemahan guru dalam menyaring konten keika menggunakan guru dalam proses pembelajaran

Terdapat faktor-faktor penghambat penerapan kurikulum 2013 berasal dari berbagai bidang yaitu pemerintah maupun internal sekolah. Faktor - faktor penghambat yang berasal dari pemerintah meliputi bebrapa hal diantaranya, silabus yang ada dari pemerintah hanya untuk mata pelajaran tertentu saja dan mata pelajaran yang lain guru masih menggunakan silabus yang diterapkan pada kurikulum KTSP. Hal ini mengakibatkan belum meratanya implementasi kurikulum 2013 di setiap mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu kurangnya kesiapan pemerintah dalam hal produksi dan distribusi buku untuk kurikulum 2013. Sehingga kebanyakan guru tetap menggunakan buku-buku pada saat kurikulum KBK maupun KTSP.

Selanjutnya adalah faktor sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai. Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang mencukupi atau memadai. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran menuntut keaktifan siswa dalam 5M, yaitu; mengamati, menanya, mengekplorasi, mengaososiasi dan mengkomunikasikan. Untuk dapat melaksanakan 5M tersebut, tentunya peserta didik membutuhkan sarana yang menunjang mereka dalam proses pembelajaran.

Fasilitas perpustakaan dan jaringan internet merupakan sebagian sarana dan prasaran yang mampu menunjang keberhasilan implementasi kurikulum 2013. Sarana dan prasarana selain perpustakaan dan jaringan internet adalah alat-alat peraga, alat-alat laboratorium SMA (fisika, kimi, biologi,dst), SMK(mesin, otomotif, bangunan,dst), kemudian media pendidikan dan lain sebagainya. Seluruh sarana dan prasarana ini tentunya sangat dibutuhkan demi lancarnya proses KBM dengan menggunakan kurikulum 2013. Akan tetapi tidak demikian bila dilihat secara nyata di lapangan. Hanya sebagian kecil sekolah di Indonesia yang memiliki sarana dan prasarana lengkap sedangkan yang lainya hanya memiliki sebagian atau sebagian kecil sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Hingga akhirnya melalui beberapa pakar pendidikan yang menelaah implementasi Kurikulum 2013 memberikan pernyataan bahwa Kurikulum 2013 belum siap untuk diimplementasikan disemua tingkat pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA. Sehingga dari keputusan tersebut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan bahwa tidak semua sekolah menerapkan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 hanya diterapkan oleh sekolah yang siap dan mempunyai kriteria khusus, sehingga penunjukan sekolah diputuskan oleh pemerintah.


BAB IV
PENUTUP

4. 1     Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perubahan  atau  penyempurnaan  kurikulum perlu dilakukan  untuk  menjadi  lebih  baik seiring memenuhi kebutuhan tuntutan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam penerapannya kurikulum 2013 masih terdapat kendala dan kekurangan hal ini menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan bagi pemerintah dan masyarakat agar terciptanya kualitas pendidikan yan baik.




DAFTAR PUSTAKA


Alawiyah Faridah. 2013. Dampak Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap Guru. P3DI. Setjen DPR RI. Jakarta.

Putra, Sang N.L. 2011. Perjalanan Kurikulum di Indonesia. FKIP. Universitas Maharaswati. Bali.

UU No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Balai Pustaka.

Wamendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 dan Relevansinya Dengan Kebutuhan Kualifikasi Kompetensi Lulusan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakrya.

Kemendikbud. 2012. Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. . Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.






Blog Archive