Tampilkan postingan dengan label Kependidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kependidikan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 September 2019

Standarisasi Pendidikan Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru

 
Kompetensi Pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi pedagogik dalam Standar Nasional Pendidikan seperti yang dikutip oleh Mukhlis (2009:75) adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa yang dimaksud 'guru' adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum pasal 1 PP No. 19/2005, yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Pendidikan merupakan kunci dari keberhasilan suatu bangsa, oleh sebab itu pendidikan melalui jalur formal perlu ditingkatkan. Penyelenggaraan pendidikan formal tersebut harus dikelola scara profesional oleh orang-orang yang profesional pula agar tercapainya mutu pendidikan sebagai mana yang diharapkan. Pelaksanaan akredidasi sekolah merupakan cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dalam pelaksanaan akreditasi menggambarkan hasil yang telah dicapai oleh sekolah dalam menyelenggarakan sekolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sekolah-sekolah yang telah diakreditasi khusussnya di Sumsel baru mencapai 75,50 %.
Dari sekolah yang telah diakreditasi tersebut, ada 2,32 % yang tidak terakreditasi dari berbagai jenjang pendidikan. Hasil Akreditasi menunjukkan bahwa dari delapan standar pendidikan yang di tetapkan Diknas, ternyata standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, yang sangat lemah yang mengakibatkan standar pengelolaan dan standar prosesnya pun masih kurang.

Akreditasi Sekolah
Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Hasil akreditasi Sekolah, diwujudkan dalam bentuk peringkat kelayakan yang merupakan salah satu wujud akuntabilitas kepada publik.
Dengan akreditasi yang kredibel, hasilnya dapat memotivasi Sekolah untuk memperbaiki diri sehingga hasil akreditasi yang akan datang peringkat yang dicapai akan lebih baik. Peran akreditasi dalam peningkatan mutu, disamping memberikan motivasi kepada satuan pendidikan dan semua stake-holder untuk memperbaiki diri juga terletak pada langkah tindak lanjut yang diambil berbagai stake-holder yang bertanggung-jawab atas perbaikan mutu secara berkelanjutan.
 Oleh karena itu pelaksanan proses belajar mengajar haruslah didukung dengan sarana prasarana yang baik dan cukup agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara sempurna. Untuk melaksanakan proses belajar mengajar ini juga harus dilaksanakan oleh tenaga kependidikan dalam hal ini guru yang memiliki kemampuan yaitu memenuhi kelayakan dan kesesuaian dengan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya.
Fakta menunjukkan bahwa kinerja lembaga-lembaga pendidikan masih belum memadai disebabkan oleh faktor gurunya karena kekurangan guru dan guru belum memenuhi standar kelayakan terutama di sekolah-sekolah pinggiran. Ini menimbulkan hasil pendidikan belum maksimal dan kinerja sekolah juga belum seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu akreditasi sekolah merupakan salah satu cara dalam penjaminan mutu pendidikan. Dan evaluasi belajar yang dilakukan oleh pemerintah melalui Ujian Nasional (UN), merupakan evaluasi kinerja pendidikan. Sehingga timbul pertanyaan kita bagaimanakah kaitan akreditasi sekolah dewasa ini dengan mutu pendidikan melalui hasil UN.
Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu dengan yang lain yang merupakan satu sistem yang saling memengaruhi. Proses pencapaian mutu satuan pendidikan melalui pemenuhan Standar Nasional Pendidikan(SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayan, dan standar penilaian. Dalam pelaksanaan delapan standar ini merupakan upaya pencapaian mutu satuan pendidikan yang bersangkutan. Dalam Undang-Undang N0.20 tahun 2003 pasal 60, menyebutkan bahwa sekolah perlu di akreditasi karena: 
  • Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
  • Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwewenang sebagai bentuk akuntabilitas ublik.
  • Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
Kemudian dipertegas lagi dengan terbitnya PP No.19 tahun 2003 yang dinyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan akreditasi sekolah, sertifikasi guru, dan evaluasi pendidikan. Khusus dalam pelaksanaan akreditasi ini ditetapkan dalam Permendiknas No.29 tahun 2005, bahwa Badan Akareditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN-SM) merupakan badan mandiri yang menetapkan kelayakan suatu program dan atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dengan demikian pelaksanaan akreditasi sekolah, mempunyai maksud antara lain: Untuk kepentingan pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, dengan mengacu kepada standar yang ditetapkan secara nasional kepentingan akuntabilitas yakn pertanggungjawaban sekolah kepada masyarakat, apakah layanan yang diberikan sudah memenuhi harapan atau keinginan mereka, kepentingan pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan yakni sebagai dasar bagi pihak terkait baik sekolah maupun masyarakat dalam melakukan pembinaan dan peningkatan mutu sekolah.

Peran Guru Dalam Meningkatkan Kompetensi Melalui Akreditasi Sekolah
    Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini.
    Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

Kesimpulan
Pendidikan merupakan kunci dari keberhasilan suatu bangsa, oleh sebab itu pendidikan melalui jalur formal perlu ditingkatkan. Penyelenggaraan pendidikan formal tersebut harus dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional pula agar tercapainya mutu pendidikan sebagai mana yang diharapkan, dengan melalui pelaksanaan akredidasi sekolah, karena hal tersebut merupakan cara untuk meningkatkan mutu pendidikan sekarang ini. Maka dari itu gurupun dituntut untuk lebih meningkatkan kompetensi yang dimilikinya dan juga harus lebih kreatif didalam proses belajar mengajarnya supaya nantinya sekolah-sekolah di Indonesia memiliki guru yang lebih kompeten didalam bidangnya, karena guru yang berkulitas  akan menghasilkan siswa/i yang berkualitas pula





Kopetensi Profesional Dalam Meningkatkan Kinerja Guru


Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar.
Di Indonesia, rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu dari empat masalah pokok pendidikan. Perhatian terhadap pendidikan memang cukup besar, namun meskipun sudah banyak usaha yang dilakukan, sampai kini masalah mutu pendidikan tampaknya belum dapat diatasi. Keluhan tentang rendahnya mutu lulusan masih terus bergema. Kemampuan siswa untuk mandiri belum terwujud, sehingga prakarsa siswa untuk memulai sesuatu tidak terlampau sering ditemukan. Penguasaan siswa lebih terfokus pada pengetahuan faktual karena itulah yang dituntut dalam ujian akhir. Pangkal penyebab dari semua ini tentu sangat banyak tetapi tudingan utama banyak ditujukan kepada guru karena gurulah yang merupakan ujung tombak di lapangan yang bertemu dengan siswa secara terprogram (Wardani, 1998). Oleh karena itu, guru dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai oleh siswa.
Untuk menjawab tantangan yang ditujukan kepada guru tersebut, berbagai upaya telah dilakukan dalam peningkatan kemampuan guru. Berbagai penataran guru, baik yang dilakukan secara berkala maupun yang dilakukan secara berkesinambungan telah dilakukan. Di samping itu, kesejahteraan guru, yang disadari merupakan tiang penyangga dari kualitas layanan yang diberikan guru, juga sudah mulai diperhatikan, meskipun dalam skala yang sangat kecil. Pemberian insentif bagi guru yang mengajar di daerah terpencil dan pemberian tunjangan fungsional bagi guru telah pernah dilakukan. Selain upaya yang secara khusus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan guru, upaya yang sangat penting adalah upaya untuk meningkatkan kualifikasi guru yang telah dilakukan sepanjang masa.

Kopentensi Profesional Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan pada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Menurut Mangkunegara (2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya  kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang.
Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. Kompensasi yang diberikan kepada guru sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja, dan hasil kerja. Apabila kompensasi yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan guru maka dengan sendirinya akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan bekerja guru banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal kehidupan guru dan keluarganya. Dengan demikian dampaknya adalah meningkatnya perhatian guru secara penuh terhadap profesi dan pekerjaanya.
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :
-    Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu guru.
-    Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada guru.
-    Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh pimpinan sekolah, proses organisasi (sekolah) dan kultur kerja dalam organisasi (sekolah).

Terdapat kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap guru dalam upaya meningkatkan kopetensi profesional dalam kinerja guru, yaitu  :
-    Penguasaan Bahan Bidang Studi
Kompetensi pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah penguasaan bahan bidang studi. Penguasaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar. Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bahan bidang studi menurut Wijaya (1982) adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengintesiskan, dan mengevaluasikan sejumlah pengetahuan keahlian yang diajarkannya. Ada dua hal dalam menguasai bahan bidang studi yaitu menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman atau aplikasi bidang studi.
-    Pengelolaan Program Belajar Mengajar
Menurut Sciever (1991) : kemampuan mengelola program belajar mengajar dapat dilakukan dengan cara merumuskan tujuan instruksional dan mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar.
-    Pengelola Kelas
Kemampuan ini menggambarkan keterampilan guru dalam merancang, menata dan mengatur sumber-sumber belajar, agar dapat tercapai suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
-    Pengelolaan Dan Penggunaan Media Serta Sumber Belajar
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisisen.
-    Penguasaan Landasan-Landasan Kependidikan
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan yang berkaitan dengan mempelajari konsep dan masalah pendidikan dan pengajaran, mengenal fungsi sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat dalam arti luas serta pengaruh timbal balik antar sekolah dan masyarakat, mengenal karakteristik peserta didik baik secara fisik maupun psikologis.
-    Mampu Menilai Prestasi Belajar Mengajar
Kemampuan menilai prestasi belajar mengajar perlu dimiliki seorang guru. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengukur perubahan tingkah laku peserta didik dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam membuat program.
-    Memahami Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lembaga Dan Program Pendidikan Di Sekolah
Di samping melaksanakan proses belajar mengajar, diharapkan guru membantu kepala sekolah dalam menghadapi berbagai kegiatan pendidikan lainnya yang digariskan dalam kurikulum, guru perlu memahami pula prinsip-prinsip dasar tentang organisasi dan pengelolaan sekolah, bimbingan penyuluhan termasuk bimbingan karier, program kokurikuler dan ekstrakurikuler, perpustakaan sekolah serta hal-hal yang terkait.
-    Menguasai Metode Berpikir
Metode dan pendekatan setiap bidang studi berbeda-beda. Menurut Reynold (1990) metode dan pendekatan berpikir keilmuan bermuara pada titik tumpu yang sama. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai metode dan pendekatan bidang-bidang studi, guru harus menguasai metode berpikir ilmiah secara umum.
-    Meningkatkan Kemampuan Dan Menjalankan Misi Profesional
Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru harus terus-menerus mengembangkan dirinya agar wawasannya menjadi luas sehingga dapat mengikuti perubahan dan perkembangan profesinya yang didasari oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
-    Terampil Memberikan Bantuan Dan Bimbingan Kepada Peserta Didik
Bantuan dan bimbingan kepada peserta didik sangat diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar mengajar di kelas. Untuk itu, guru perlu memahami berbagai teknik bimbingan belajar dan dapat memilihnya dengan tepat untuk membantu para peserta didik.
-    Mampu Memahami Karakteristik Peserta Didik
Guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Menurut Rochman Natawijaya (1989:7), pemahaman yang dimaksud mencakup pemahaman tentang kepribadian murid serta factor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya, perbedaan individual di kalangan peserta didik, kebutuhan, motivasi dan kesehatan mental peserta didik, tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi pada tingkat-tingkat usia tertentu, serta fase-fase perkembangan yang dialami mereka.

Kesimpulan
Guru adalah salah satu komponen pendidikan yang memegang peran penting dalam keberhasilan pendidikan, guru diharapkan mampu memainkan peran sebagai guru yang ideal. Salah satu cara meningkatkan mutu pendidikan adalah memperbaiki kinerja guru. Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa.
Guru merupakan profesi profesional di mana ia dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin menjalankan profesinya sebaik mungkin. Sebagai seorang profesional maka tugas guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih hendaknya dapat berimbas kepada siswanya. Dalam hal ini guru hendaknya dapat meningkatkan terus kinerjanya yang merupakan modal bagi keberhasilan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Nuryasa (2007). Standar Kopetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda

Wardani, I.G.A.K. (1998) Pemberdayaan Guru: suatu usaha peningkatan mutu pendidikan. In: Dies Natalis Univesitas Terbuka XIV, 14 September 1998, Tangerang Selatan.

Mangkunegara Prabu ANwar. 2001. Manajemen Sumber Daya Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Wijaya, Cece, Tabrani R. 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya

Rochman Natawidjaja. 1989. Meningkatkan Kualitas Profesional Guru SD melalui Pemantapan Lembaga Pendidikannya. Makalah Seminar. Bandung: PGRI.


Jumat, 23 Agustus 2019

ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) EKONOMI BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 21, 22 DAN 23 TAHUN 2016

ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) EKONOMI BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 21, 22 DAN 23 TAHUN 2016
(MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI SEMESTER 1)

1.    Standar Isi (Permendikbud No 21 Tahun 2016)

Pada RPP mata pelajaran ekonomi kelas XI semester 1, terdiri dari beberapa bagian:
a.    Kompentensi Inti
Kompetensi inti terdiri dari sikap spiritual, sikap sosial, keterampilan dan pengetahuan
b.    Kompetensi Dasar
Perumusan Kompetensi Dasar yang dimuat dalam RPP telah sesuai dengan standar isi yang ditetapkan oleh pusat kurikulum dan perbukuan.
Secara keseluruhan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam RPP sudah sesuai dengan standar isi pada mata pelajaran ekonomi kelas XI yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Permendikbud No 21 Tahun 2016.

2.    Standar proses (Permendikbud No 22 Tahun 2016)
Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.  Standar proses pembelajaran disajikan dalam Silabus dan RPP. Pada Silabus dan RPP dicantumkan identitas nama sekolah, mata pelajaran, kelas /semester dan alokasi waktu, untuk penutup RPP ditanda tangani oleh guru mata pelajaran dan diketahui kepala sekolah. Pada RPP mata pelajaran Ekonomi kelas XI, terdiri dari dari beberapa bagian:
a.    Kompetensi inti
b.    Kompetensi dasar dan Indikator
c.    Tujuan pembelajaran
d.    Materi pembelajaran
e.    Model/ metode pembelajaran
f.    Alat dan sumber pembelajaran
g.    Kegiatan pembelajaran
h.    Penilaian
1.    Teknik
a)    Pengamatan Sikap
b)    Penilaian Sikap
c)    Penilaian Psikomotor
d)    Penilaian Diskusi / Kelompok
e)    Penilaian Kognitif (Tes Tertulis)
2.    Bentuk Instrumen
a)    Lembar Pengamatan Sikap
b)    Rubrik Penilaian Sikap
c)    Tabel Penilaian Psikomotor
d)    Lembar Penilaian Diskusi
e)    Tes tertulis uraian
Secara keseluruhan standar proses yang dipaparkan dalam RPP sudah memenuhi standar proses yang ditetapkan pemerintah dalam Permendikbud No 22 Tahun 2016.

3.    Standar proses (Permendikbud No 23 Tahun 2016)
    Standar Penilaian adalah penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam RPP di paparkan teknik penilaian hasil belajar serta instrumen penilaian hasil belajar yang terdiri dari:
a.    Pengamatan sikap peserta didik menggunakan lembar pengamatan sikap
b.    Penilaian sikap peserta didik menggunakan rubrik penilaian sikap
c.    Penilaian psikomotor peserta didik menggunakan tabel penilaian psikomotor
d.    Penugasan kelompok menggunakan lembaran penilaian diskusi
e.    Tes tertulis (uraian), penilaian dilakukan dengan mengevaluasi jawaban peserta didik dalam tes, dimana sebelumnya guru telah membuat soal berbentuk uraian evaluasi soal yang telah digambarkan dalam RPP.
Peserta didik dianggap telah mencapai ketuntasan hasil belajar apabila sudah memenuhi standar pembelajan yang dinyatakan dalam pencapaian KKM.
Secara keseluruhan standar penilaian dalam RPP sudah sesuai dengan dengan peniaian mata pelajaran ekonomi kelas XI , yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Permendikbud No 23 tahun 2016.

Penerapan Kurikulum 2013 di Indonesia

Teori Pendidikan
PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1     Latar Belakang


Dalam perkembangan diri seseorang pendidikan merupakan aspek yang penting. Dengan adanya pendidikan diharapakan pembentukan karakter seseorang yang baik serta memiliki wawasan yang luas. Begitu banyak macam pendidikan yang telah ditanamkan sejak dini mulai dari bidang sosial, keagamaan dan eksakta. Dalam mewujudkan tercapainya fungsi pendidikan tersebut, pendidikan di Indonesia dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat atas memiliki rancangan pendidikan yang disebut kurikulum. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I pasal 1 ayat 19 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Mengingat kurikulum sebagai rancangan pendidikan yang tak lain memiliki tempat yang strategis dalam pewujudannya, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar kurikulum sehingga penyempurnaan kurikulum terus berkembang.

Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang semua itu tujuannya tidak lain adalah untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Perubahan kurikulum dibutuhkan proses yang cukup panjang dan pemikiran matang. Salah satu penyebab terjadinya perubahan kurikulum di Indonesia dewasa ini adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri yang senantiasa berubah-berubah. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh kebutuan manusia yang selalu berubah yang dipengaruhi dari luar, seperti ekonomi. Politik ,dan kebudayaan, sehingga dengan adanya perubahan kurikulum tersebut pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara.

Dalam pendidikan Indonesia saat ini menggunakan kurikulum 2013 yang merupakan langkah lanjutan dari pengembangan kurikulum berbasis kopeensi yang telah di rintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kopetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Namun kebijakan implementasi kurikulum 2013 pada akhirnya mengalami pro dan kontra tentang implementasinya. Melalui beberapa pakar pendidikan yang telah menelaah implementasi Kurikulum 2013 memberikan pernyataan bahwa kurikulum 2013 belum siap untuk diimplementasikan di semua tingkat pendidikan. Sehingga dari keputusan tersebut Kementrian Pendisikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan bahwa tidak semua sekolah menerapkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 hanya diterapkan kepada sekolah yang siap dan mempunyai kriteria khusus, sehingga penunjukan sekolah diputuskan oleh pemerintah.

1. 2     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian kurikulum 2013?

2.      Apa dasar dari pembentukan kurikulum 2013?

3.      Apa tujuan kurikulum 2013?

4.      Bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam sistem pendidikan?

5.      Bagaimana strategi dalam menerapkan kurukulum 2013?

6.      Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan kurikulum 2013?

1. 3     Tujuan

1.      Mengetahui definisi kurikulum 2013

2.      Memahami dasar dari pembentukan kurikulum 2013

3.      Memahami tujuan dari kurikulum 2013

4.      Mengetahui bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam sistem pendidikan

5.      Mengetahui strategi dalam menerapkan kurikulum 2013

6.      Mengetahui kendala dalam menerapkan kurikulum 2013


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1       Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum secara etimologis kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin currerre yang berarti berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan. Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

2.2  Dasar Pembentukan Kurikulum 2013

Landasan pembentukan kurikulum berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I pasal 1 ayat 19, sedangkan landasan-landasan yang mendukung lainnya seperti filosofi, psikologi dan sosial budaya. Peranan kurikulum sangat penting dalam sistem pendidikan di Indonesia yaitu peranan konservatif, kreatif dan evaluatif.

Sejak zaman kemerdekaan hingga sekarang kurikulum yang pernah dipakai di Indonesia terus mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan dan penyesuaian dengan tuntutan perkembangan zaman. Kurikulum-kurikulum yang pernah dipakai di Indonesia menutut Putra (2011:6-11) meliputi:

1.      Kurikulum 1968

Kurikulum ini bersifat politis karena menggantikan rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan oleh produk lama. Tujuanya adalah membentuk manusia pancasila sejati. Kemudian, kurikulum ini juga disebut sebagai kurikulum bulat karena hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja.

2.      Kurikulum 1975

Ciri-ciri yang dapat dilihat pada kurikulum ini adalah menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Oleh karena itu setiap guru harus mengetahui tujuan apa saja harus dicapai oleh para muridnya. Setelah tujuan tersebut didefinisikan guru baru bisa untuk merencanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran apa saj ayng akan di rancang guna untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

3.      Kurikulum 1984

Kurikulum ini menggunakan aliran psikologi humanistik. Yang beranggapan bahwa peserta didik adalah makhluk yang mampu mencari sendiri, menjelajahi dan meneliti lingkunganya. Karena itu kurikulum ini menggunakan pendekatan proses tapi tetap berorientasi kepada tujuan. Kurikulum ini sering disebut dengan model cara belajar siswa aktif (CBSA)

4.      Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan uu no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Kurikulum ini memberikan dampak berubahnya sistem semester menjadi catur wulan. Sehingga dalam 1 tahun yang asalnya dibagi menjadi 2 tahap sekarang menjadi 3 tahap. Diharapkan siswa dapat menerima materi pelajaran yang cukup banyak. Disamping itu juga proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi pada materi pelajaran/isi)

5.      Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Dikarenakan adanya perubahan sistem struktural pada pemerintah, yaitu sistem sentralistik kepada sistem desentralisik sebagai konsekuensi logis dilaksanakanya UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (Otoda) maka dikembangakan kurikulum baru yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum ini memiliki cir-ciri diantaranya adalah menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik individual atau klasikal. Kemudian berorientasi pada hasil pembelajaran dengan metode pembelajaran yang bervariatif dan sumber belajar tidak hanya guru tetapi sumber belajar lainya yang edukatif.

6.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Secara yudris kurikulum ini diamatkan oleh UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada intinya kurikulum ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Isi (SI). Dimana Standar isi sendiri adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan. Kemudian untuk pengembangan KTSP diserahkan kepada Sekolah sesuai dengan kebutuhannya. Kemudian sekolah juga tidak boleh mendapat intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kementrian Pendidikan Nasional.

Selanjutnya dewasa ini mulai berkembang kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 2013. Kurikulum ini bukanlah kurikulum baru, tetapi merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Menurut Alawiyah (2013:1) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa kurikulum 2013 ini terdapat penambahan bahan ajar esensial yang belum ada pada KTSP. Selain mempertahankan materi yang masih relevan dan menghilangkan materi yang dianggap tidak penting.

2.3  Tujuan Kurikulum 2013

Perubahan kurikulum ini sedikit banyak memberi pengaruh terhadap siswa karena kurang siapnya siswa untuk beradaptasi dengan kurikulum yang baru, sehingga tidak menutup kemungkinan dapat menurunkan prestasi. Tujuan pemerintah mengganti kurikulum dalam pendidikan tidak lain karena ingin memperbaiki mutu pendidikan agar lebih berkembang dan mengikuti zaman, namun dalam penerapannya masih banyak kendala sehingga siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang baru. Sehingga dalam pelaksanaan evaluasi atau ujian nasional siswa menggunakan segala cara untuk mendapatkan standar nilai kelulusan. Tidak hanya itu, bahkan beberapa sekolah memberikan bantuan kepada siswanya dengan cara sembunyi-sembunyi. Hal ini semakin memperburuk mental anak bangsa sebagai kader penerus di masa depan.

Kurikulum 2013 mempunyai empat kompetensi inti (KI) yang berisi tujuan dari proses pembelajaran. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut (Permendikbud No. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah):

1.      Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;

2.      Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;

3.      Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan

4.      Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis karakter dan kompetensi (Mulyasa, 2013: 163). Kurikulum 2013 tidak hanya menekankan kepada pengusaan kompetensi siswa, melainkan juga pembentukkan karakter. Sesuai dengan kompetensi inti (KI) yang telah ditentukan oleh Kemendikbud, KI 1 dan KI 2 berkaitan dengan tujuan pembentukkan karakter siswa sedangkan KI 3 dan KI 4 berkaitan dengan penguasaan kompetensi siswa.


BAB III
PEMBAHASAN

3. 1     Penerapan Kurikulum 2013
Pada penerapan Implementasi kurikulum 2013, pemerintah dalam hal ini kemendikbud  (2012:18)  menyiapkan  strategi  agar  kurikulum  dapat  berjalan dengan maksimal. Adapun strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.      Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:

a.    Juli 2013: Kelas I, IV, VII dan X

b.    Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X dan XI

c.    Juli 2015: Kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI dan XII

2.        Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dari tahun 2013-2015

3.        Pengembanga buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014

4.        Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah(budaya kerja guru) tertutama untuk SMA dan SMK dimulai dari bulan Januari-Desember 2013

5.        Pendampingan dalam bentuk monitoring dan evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan:juli 2013-2016


3. 2     Strategi Menerapkan Kurikulum 2013

Selain strategi di atas, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga telah menyiapkan strategi implementasi Kurikulum 2013 sebagai berikut: (1) Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan/PTK. Pelatihan PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi yaitu: Tahun pertama 2013 sampai dengan tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan sepenuhnya diimplementasikan. Strategi pelatihan dimulai dengan melatih calon pelatih (Master Trainer) yang terdiri atas unsur-unsur yaitu Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, Guru inti Nasional, Pengawas, dan Kepala Sekolah Berprestasi. Langkah berikutnya adalah melatih master teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala sekolah.Pelatihan yang bersifat masal dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK; (2) Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru. Implementasi kurikulum dilengkapi dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh pemerintah. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam ketrampilan melakukan pembelajaran dan penilaian pada proses serta hasil belajar peserta didik. Pada bulan juli 2013 yaitu pada awal implementasi kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan guru. Ketersediaan buku adalah untuk meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu membeli buku baru; (3) Evaluasi Kurikulum. Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut: Formatif sampai tahun Belajar 2015-2016, Submatif: Tahun belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentuakan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum. Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran. (a) Evaluasi dilakukan di akhir tahun ke II dank e V untuk SD. Tahun ke VIII SMP dan tahun ke IX SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan untuk memperbaiki kelemahan hasil belajar peserta didik kelas/tahun berikutnya; (b) Evaluasi akhir tahun ke VI SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk menguji efektifitas kurikulum dalam mencapai Standar Kemampuan Lulusan(SKL).

Kemudian dalam implementasinya kurikulum 2013 menurut Alawiyah (2013:2) memiliki beberapa elemen perubahan, diantaranya :

1.      Elemen Standar Kompetensi Lulusan. Kurikulum 2013 menekankan pada peningkatan dan penyeimbangan antara soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi;

2.      Elemen Standar Isi. Struktur kurikulum dikembangkan menjadi lebih bersifat holistik yang berbasis sains (alam, sosial dan budaya). Selain itu terdapat pengurangan mata pelajaran serta penambahan jam pelajaran. Kemudian pemanfaatan Tujuan Intruksional Khusus (TIK) harus dilakukan di hampir seluruh mata pelajaran.

3.      Standar Proses. Secara garis besar perubahan pada elemen ini terjadi pada proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di kelas, tetapi di lingkungan sekolah dan masyarakat, ditambah guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar.

4.      Elemen Standar Penilaian. Pada elemen ini perubahan terjadi pada acuan penilaian yang berbasis kompetensi, pergeseran dari penilaian melalui tes menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Serta Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrument utama penilaian.


3. 3     Kendala Penerapan Kurikulum 2013

Walaupun sudah dipersiapkan dengan matang, teliti dan hati-hati, desain kurikulum 2013 ini tentunya tetap memiliki banyak kendala dalam implementasinya. Menurut Alawiyah (2013:2-5) terdapat beberapa kendala dalam implementasinya yaitu :

1.      Guru belum siap dan sulit mengubah pola pikirnya.

Penyiapan guru dimulai dari pelatihan guru yang telah diprogramkan, dimulai dari pemilihan instruktur nasional, guru inti, guru kelas dan guru mata pelajaran. Selanjutnya dalam pelaksanaan guru kelas maupun guru mata pelajaran tetap dalam pengawasan dan pendampingan. Selanjutnya masalah utamanya adalah pelatihan berlangsung searah dengan metode ceramah sehingga pelatihan berlangsung kurang menarik dan terkesan membosankan. Hal ini berkibat sulitnya mengubah pola pikir dan paradigmanya. Dikawatirkan hal ini akan berakibat buruk pada siswa karena guru belum menguasai dan belum siap untuk menggunkan kurikulum 2013.

2.      Guru pada beberapa mata pelajaran kehilangan tugas dan jam mengajar. Meniadakan dan menggabungkan beberapa mata pelajaran menjadi keresahan tersendiri bagi guru. Pasalnya mereka terikat syarat 24 jam pelajaran tiap minggu. Akibat dari kebijakan ini ada mata pelajaran yang kekurangan bahkan dihilangkan dari yang sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan adanya guru yang kekurangan jam pelajaran dari syarat 24 jam.

3.      Minimnya informasi mengenai pedoman dan sosialaisasi kurikulum 2013. Belum adanya program penjurusan atau minat di tingkat SMA dan tidak ada juga sosialisasi kepada kepala program Keahlian di SMK. Hal ini membingungkan pihak sekolah, guru dan murid. Pada pelaksanaanya banyak kasus kekurangan buku panduan pelajaran dari pemerintah pusat pada satuan pendidiakan karena belum didistribusikan dengan baik.

4.      Isi Buku Tidak Sesuai.

Pada kurikulum 2013, guru diberi buku yang disusun oleh pusat untuk proses pembelajaran. Akan teteapi pada kenyataanya dijumpai adanya ketidak sesuaian antara isi buku dengan materi dan perkembangan kognitif peserta didik. Beberapa temuan tersebut antara lain masih ditemukan analogi-analogi yang masih dirasa belum pantas diberikan kepada siswa karena mengandung kata-kata kasar dan bahan bacaan atau materi tidak sesuai dengan usia siswa. Hal ini juga menunjukkan kelemahan guru dalam menyaring konten keika menggunakan guru dalam proses pembelajaran

Terdapat faktor-faktor penghambat penerapan kurikulum 2013 berasal dari berbagai bidang yaitu pemerintah maupun internal sekolah. Faktor - faktor penghambat yang berasal dari pemerintah meliputi bebrapa hal diantaranya, silabus yang ada dari pemerintah hanya untuk mata pelajaran tertentu saja dan mata pelajaran yang lain guru masih menggunakan silabus yang diterapkan pada kurikulum KTSP. Hal ini mengakibatkan belum meratanya implementasi kurikulum 2013 di setiap mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu kurangnya kesiapan pemerintah dalam hal produksi dan distribusi buku untuk kurikulum 2013. Sehingga kebanyakan guru tetap menggunakan buku-buku pada saat kurikulum KBK maupun KTSP.

Selanjutnya adalah faktor sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai. Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang mencukupi atau memadai. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran menuntut keaktifan siswa dalam 5M, yaitu; mengamati, menanya, mengekplorasi, mengaososiasi dan mengkomunikasikan. Untuk dapat melaksanakan 5M tersebut, tentunya peserta didik membutuhkan sarana yang menunjang mereka dalam proses pembelajaran.

Fasilitas perpustakaan dan jaringan internet merupakan sebagian sarana dan prasaran yang mampu menunjang keberhasilan implementasi kurikulum 2013. Sarana dan prasarana selain perpustakaan dan jaringan internet adalah alat-alat peraga, alat-alat laboratorium SMA (fisika, kimi, biologi,dst), SMK(mesin, otomotif, bangunan,dst), kemudian media pendidikan dan lain sebagainya. Seluruh sarana dan prasarana ini tentunya sangat dibutuhkan demi lancarnya proses KBM dengan menggunakan kurikulum 2013. Akan tetapi tidak demikian bila dilihat secara nyata di lapangan. Hanya sebagian kecil sekolah di Indonesia yang memiliki sarana dan prasarana lengkap sedangkan yang lainya hanya memiliki sebagian atau sebagian kecil sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Hingga akhirnya melalui beberapa pakar pendidikan yang menelaah implementasi Kurikulum 2013 memberikan pernyataan bahwa Kurikulum 2013 belum siap untuk diimplementasikan disemua tingkat pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA. Sehingga dari keputusan tersebut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan bahwa tidak semua sekolah menerapkan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 hanya diterapkan oleh sekolah yang siap dan mempunyai kriteria khusus, sehingga penunjukan sekolah diputuskan oleh pemerintah.


BAB IV
PENUTUP

4. 1     Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perubahan  atau  penyempurnaan  kurikulum perlu dilakukan  untuk  menjadi  lebih  baik seiring memenuhi kebutuhan tuntutan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam penerapannya kurikulum 2013 masih terdapat kendala dan kekurangan hal ini menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan bagi pemerintah dan masyarakat agar terciptanya kualitas pendidikan yan baik.




DAFTAR PUSTAKA


Alawiyah Faridah. 2013. Dampak Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap Guru. P3DI. Setjen DPR RI. Jakarta.

Putra, Sang N.L. 2011. Perjalanan Kurikulum di Indonesia. FKIP. Universitas Maharaswati. Bali.

UU No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Balai Pustaka.

Wamendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 dan Relevansinya Dengan Kebutuhan Kualifikasi Kompetensi Lulusan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakrya.

Kemendikbud. 2012. Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. . Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.






Blog Archive