Senin, 26 Agustus 2019

Pengalaman, Berpikir Deduktif, Berpikir Induktif, & Metode Ilmiah

  • Pengalaman
Asumsi awal manusia mendapatkan pengetahuan secara empirik melalui pengamatan dan pengalaman. Data-data indrawi, benda-benda memori manusia merupakan beberapa instrumen dalam mendapatkan pengetahuan. Di samping itu, perasaan intuitif atau insting juga menambah kepercayaan terhadap penemuan yang didapatkan sehingga kepercayaan terhadap suatu objek pengetahuan menimbulkan keyakinan terhadap ilmu pengetahuan tertentu. Ilmu pengetahuan itu dapat ditinjau kembali kebenarannya. Jika terdapat kekeliruan, akan timbul ketidakpuasan sebagai akibat keterbatasan manusia khususnya dalam penggunaan instrumen atau pengolahan data-data indrawi dalam menerima pengetahuan tanpa dia ketahui kemudian melahirkan mitos. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari rasa ingin tahu terhadap suatu realitas yang kurang terpuaskan, terutama mengenai hal-hal gaib. Namun, seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang haus akan rasa ingin tahu melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan maka pada akhirnya melahirkan pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan ilmiah memerlukan alasan dan/atau penjelasan secara sistematis yang dibuat untuk memberikan keyakinan. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)

  • Berpikir deduktif
Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum, metode deduksi sebaliknya yaitu bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus.Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri atas premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran dalam silogisme atau logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis mayor dan minor) dan kesimpulannya. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)

  • Berpikir Induktif
Metode induksi adalah suatu cara penganalisis ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju pada hal yang besifat umum (universal). Jadi, cara induksi dimulai dari penelitian terhadap kenyataan khusus satu demi satu, kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi, lalu diakhiri dengan kesimpulan umum. Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya. Dengan metode induksi maka kita dapat menarik kesimpulan yang dimulai dari kasus khusus/khas/individual untuk mendapatkan kesimpulan lebih umum/general/fundamental. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)

  • Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis, empiris, dan terkontrol. Langkah-langkah metode ilmiah (1) merumuskan masalah, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis, dan (5) merumuskan kesimpulan. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)









Sabtu, 24 Agustus 2019

Berfikir Filsafat & Berpikir Ilmiah

Perbedaan Berpikir Filsafat dengan Berpikir Ilmiah
A.   Ciri-ciri berpikir secara kefilsafatan menurut Ali Mudhofir sebagai berikut.
  • Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari bahasa Yunani, Radix artinya akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, berpikir sampai pada hakikat, esensi, atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
  • Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia. Dengan jalan penelusuran yang radikal itu filsafat berusaha sampai pada berbagai kesimpulan yang universal (umum).
  • Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Konsep di sini adalah hasil generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta prosesproses individual. Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.
  • Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
  • Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah. Pendapatpendapat yang merupakan uraian kefilsafatan harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)
B.   Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
  • Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasannya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait didalamnya.
  • Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahannya.
  • Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
  • Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakkta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut apa tidak.
  • Penarikan kesimpulan merukapan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. (Jujun. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.)



Literatur Lahirnya Filsafat

Literatur tentang lahirnya filsafat


Lahirnya filsafat terdapat beberapa masa dan kelahiran filsafat tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan imu pengetahuan.
  • Masa Yunani
Pada masa periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logo-sentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengenal mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Namun, ketika filsafat di perkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas.
  • Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas agama sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris. Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan tersebut akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo.
  • Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannnya antroposentris, yaitu pemikiran filsafat mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern, di mana para ahli (filsuf) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
  • Masa Abad Dewasa ini
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas saat ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Oleh karena itu, timbulah filsafat analitika yang di dalamnya membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilahistilah yang menimbulkan kerancauan, sekaligus dapat menunjukkan bahayabahaya yang terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para ahli pikir menyebut sebagai logosentris. Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. (Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.)


"Ontologi Ilmu" Filsafat Ilmu

ONTOLOGI ILMU
 

BAB I  
PENDAHULUAN  

A.    Latar Belakang  

Pada setiap kajian ilmu pada dasarnya memiliki dua jenis objek, yang pertama objek material dan yang kedua objek formal. Objek material dikatakan sebagai sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti perilaku manusia yang adalah objek material strategi manajemen pemasaran. Ada juga objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Menurut Bakhtiar (2005: 2) menjelaskan objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Objek material filsafat dibagi atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam sudut kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Cakupan objek filsafat cenderung lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan non empiris. Karenanya menurut pembahasan beberapa pakar filsafat, proses terbentuknya ilmu itu sendiri tidaklah dapat dipisahkan dari kajian filsafat karena secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat. Sejak awal filsafat melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional dan logis, termasuk pula hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama, kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2007: 24) yang mengemukakan bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pionir, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Karena filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Dalam perkembangannya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai suatu induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi dan sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari cabang-cabang filsafat, yaitu epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat ilmu yang sedang dibahas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu karena filsafat adalah induk dari ilmu itu sendiri, mengutip pernyataan Bakhtiar (2005: 7) filsafat tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga membimbing ilmu. Di lain sisi, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat diantaranya satu bidang ilmu biasanya ilmuwan fisika melihat diri mereka lebih tinggi daripada ilmuwan ilmu sosial dengan yang lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
Di dalam filsafat terdapat istilah ontologi yang merupakan hakikat apa saja yang akan dikaji dalam filsafat pendidikan. Apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Adapun hakikat yang akan dikaji yaitu mengenai metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batas - batas penejelajahan ilmu.

B.    Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud ontologi?
  2. Apa sajakah yang menjadi masalah dalam ontologi?
  3. Bagaimana bentuk aliran paham dalam ontologi?
  4. Apakah yang menjadikan kelebihan dan kekurangan ilmu?
C.    Tujuan
  1. Mengetahui apa yang dimaksud ontologi
  2. Memahami apa yang menjadi masalah dalam ontologi
  3. Mengetahui bentuk aliran paham dalam ontologi
  4.  Memahami kelebihan dan kekurangan ilmu

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas). Secara bahasa, kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos berarti being, dan Logos berarti Logic. Jadi, dapat dikatakan ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau bisa juga ilmu tentang yang ada (bakhtiar,2005: 219).
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam (bakhtiar,2005: 219). membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi . Secara etimologis metafisika berasal dari kata “meta” dan “fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan “fisika”, berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan “nature”, yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya di luar hal yang ditangkap pancaindra.
Metafisika mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh indra. Namun metafisika mempelajari manusia melampaui atau diluar fisik manusia dan gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi, metafisika mempelajari manusia jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan tentang kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari adalah hakikatnya, di luar dunia fenomenal (dunia gejala), menurut (Salam 1997: 71)
Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam salam (1997:71) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika atau ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi, Teologi, dan Antropologi.
Hal lain yaitu Probabilitas atau sering disebut Peluang. Salah satu referensi dalam mencari kebenaran, manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih dari kekeliruan atau kesalahan. Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut.
Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.
Hal yang berkaitan dengan ontologi selanjutnya ialah Asumsi. Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.
Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Asumsi pertama menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taxonomi yang baik.
Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan bila objek selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun begitu tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian yang absolut, sebab alam perjalanan waktu tiap benda akan mengalami perubahan. Oleh sebab itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda-beda untuk tiap benda.
Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan X mempunyai kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). 

B.    Masalah Dalam Ontologi
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati, yaitu :
1.    Jumlah dan ragam
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi seluruh ontologi.
2.    Pertentangan
Rasanya orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan kemerosotan.
3.    Hampiran
Untuk menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya. Analisis mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.

C.    Aliran Paham Dalam Ontologi
Mempelajari pemahaman ontologi muncul beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran dalam pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Sehingga lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
1.    Monoisme : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
1.1    Materialisme. Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
1.2    Idealisme. Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis denganntya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruag. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
2.    Dualisme : Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern)
3.    Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara
4.    Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas
5.    Agnostisime, berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknow. A artinya not, Gno artinya know. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakekat materi maupun hakekat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Jadi paham ini mengenai pengingkaran tau penyangkalan terhada kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakekatnya, namun tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.

D.    Kelebihan Dan Kekurangan Ilmu
Dibandingkan pengetahuan lain maka ilmu berkembangn dengan sangat cepat. Salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan ini ialah faktor sosial dari komunikasi ilmiah yang membuat penemuan individual segera diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya. Tersedianya alat komunikasi tertulis dan komunikasi elektronik dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, micro film, telegraf dan sebaginya sangat menunjang intensitas komunikasi ini. suatu penemuan baru dinegara yang satu segera dapat diketahui oleh ilmuwan dinegara-negara lain.
Penemuan ini segera diteliti kebenarannya oleh kalangan ilmiah karena prosedur untuk menilai kesahihan (validity) pengetahuan sama-sama telah diketahui dan disetujui oleh seluruh kalangan ilmuwan. Percobaan ilmiah harus selalu dapat diulang dan sekitarnya dalam pengulangan ternyata pernyataannya didukung oleh fakta maka kalangan ilmiah secara tuntas menerima kebenaran pengetahuan tersebut.
Seluruh kalangan ilmiah menganggap permasalahan mengenai hal tersebut telah selesai dan ilmu mendapatkan pengetahuan baru yang diterima oleh masyarakat ilmuwan. Dengan demikian maka ilmu berkembang dengan pesat dalam dinamika yang dipercepat karena penemuan yang satu akan menelorkan penemuan-penemuan lainnya. Hipotesis yang telah teruji kebenaranya segera menjadi teori ilmiah yang kemudian digunakan sebagai premis dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis selanjutnya. Secara kumulatif maka teori ilmiah berkembang seperti piramida terbalik yang makin lama makin tinggi.
Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan yang satu didasarkan pada penemuan-penemaun sebelumnya. Sebenarnya hal ini tidak seluruhnya benar karena sampai saat ini belum satupun dari seluruh disiplin keilmuan yang berhasil menyusun suatu teori yang konsisten dan menyeluruh. Bahkan dalam fisika, yang merupakan prototipe bidag keilmuwan yang relatif paling maju, satu teoori yang mencakup segenap teori fisik kita dapat dirumuskan. Usagha untuk menyatukan teori relativitas umum, elektrodinamika, dan kuantum sampai saat ini belum dapat dilaksanaka. Teori ilmiah masih merupakan penjelasan yang bersifat sebagian dan tentatif sesuai dengan tahap perkembangan keilmuan yang masih sedang berjalan. Demikian juga dalam jalur perkembangan ini belum dapat dipastikan bahwa kebenaran yang sekarang ditemukan dan diterima oleh kalangan ilmiah akan benar pula dimasa yang akan datang.
Ilmu telepas dari berbagai kekurangan, dapat memberikan jawaban positif terhadap permasalahan yang dihadapi manusia pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini penilaian terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawaban yang diberikannya terhadap permasalahan manusia dalam tahap peradaban tertentu. Adapun fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa dalam abad kedua puluh ini kita menggunakan berbagai ragam teknologi seperti mobil, pesawat terbang dan kapal laut, sebagai sarana pengangkutan kita berdasarkan pengetahuan yang kita terima kebenarannya sekarang ini. dikemudian hari mungkin saja ditemukan sarana pengangkutan lain yang cocok dengan peradaban pada waktu itu yang pembuatannya didasarkan atas pengetahuan baru yang akan mengusangkan pengethauna yang sekarang kita anggap benar.
Bagi tahap peradaban kita sekarang ini, maka semua itu tidak menjadi soal karena penerapan pengetahuan kedalam masalah kehidupan kita sehari-hari masih dirasakan banyak manfaatnya. Masalahnya tentunya akan lain lagi bila hal ini dihubungkan dengan pengetahuan yang bersifat mutlak. Manusia dalam menghadapi masalah yang sangat hakiki seperti tuhan dan kemudian tidak bisa lagi mendasarkan diri pada pernyataan-pernyataan ilmiah yang tidak berubah dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan peadaban manusia.
Dalam hal ini maka ilmu Tidak dapat memberikan jalan keluar dan manusis harus berplaing kepada sumber yang lain, umpamanya agama. Ilmu tidak berwenang untuk menjwabnya, sebab hal itu berada diluar diluar bidang telahaannya. Secara ontologi ilmu membatasi diri hanya dalam ruang ingkup pengalaman manusia. Diluar bidang empiris bisa mengatakan apa-apa. Sedangkan dalam batas kewenangannya ini pun, ilmu bukan tanpa cela, antara lain karena pancaindera manusia yang jauh dari sempurna.
Walaupun demikian kekurangan-kekurangan ini bukan merupakan alasan untuk menolak eksistensi ilmu dalam kehidupan kita. Justru ilmu merupakan pengetahuan yang telah menunjukkan keampuhannya dalam membangun kemajuan peradaban seperti kita lihat sekarang ini. kekurangan dan kelebihan ilmu harus digunakan sebagia pedoman untuk meletakkan imu ke dalam tempat yang sewajarnya. Sebab hanya dengan sifat itulah kita dapat memanfaatkan kegunaannya semaksimal mungkin bagi kemaslahatan manusia. Dalam mengatasi segalanya harus kita sadari bahwa ilmu hanyalah sekoalat itu dengan baik atau tidak. Menolak kehadiran ilmu dengan picik bearti kita menutup mata terhadap kemajuan masa kini, yang ditandai oleh kenyataan bahwa hampir semua aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh produk ilmu dan teknologi. Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakna ilmu, kita pun gagal untuk mendapatkan pengertian mengenai hakikat ilmu yang sesungguhnya.
Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, dan menerimanya sebagaimana adanya, mencintainya dengan kebijaksanaan, serta menjadikannya sebagai bagian dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya, dan bersama pelengkap kehidupan lainnya seperti seni dan agama, ilmu melengkapii kehidupan lainnya sepeti seni dan agama, ilmu melengkapi kehidupan dan memenuhi kebahagian kita. Tanpa kesadaran itu, maka kita hanya akan kembali kepada ketidaktahuandan kesengsaraan, seperti disyairkan Bryon dalam Manfred bahwa pengetahuan tak membawa kita ke kebahaigan, dan ilmu tidak lebih dari sekedar bentuk lai dari ketidaktahuan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas). Adapun masalah yang terjadi pada ontologi yaitu mengenai jumlah dan ragam, pertentangan dan hampiran. Aliran dalam filsafat Monoisme Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisime. Terdapat 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi Ilmu telepas dari berbagai kekurangan, dapat memberikan jawaban positif terhadap permasalahan yang dihadapi manusia pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini penilaian terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawaban yang diberikannya terhadap permasalahan manusia dalam tahap peradaban tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsall (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Salam, Burhanuddin (1997). Logika Materiil (filsafat ilmu pengetahuan). Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, J.S. (2007). Filsafat Ilmu : Sebua Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.




Jumat, 23 Agustus 2019

"Peran Pelaku Kegiatan Ekonomi" Materi Pembelajaran SMA

Peran Pelaku Kegiatan Ekonomi




1.    Rumah Tangga Konsumen (Household Sector)

Dalam kegiatan ekonomi, konsumen pada dasarnya berperan sebagai pelaku kegiatan konsumsi. Selain itu, konsumen juga dapat berperan sebagai produsen yaitu produsen faktor faktor produksi. Lebih jelasnya, berikut merupakan peran rumah taugga konsumea dalam kegiatan ekonomi.
  • Sebagai pembeli. Hal ini ditunujukkan dengan membeli dan menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan rumah tangga produsen
  • Sebagai penyedia (supllier). Sektor rumah tangga konsumen merupakan pemilik faktor-faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja dan modal, yang dibutuhkan untuk proses produksi barang dan jasa bagi perusahaan, pemerintah, maupun sektor luar negeri.
  • Sebagai pembayar pajak kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.    Rumah Tangga Produsen (Bussiness Sector)
Sebagai pelau sekonomi, produsen atau perusahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut.
  • Sebagai mitra usaha pemerintah dalam pengelolaan dan penyediaan kebutuhan barang dan jaa yang diperlukan masyaarakat.
  • Membantu dalam menggerakkan jalannya roda perekonomian nasional.
  • Menjadi sumber pendapatan negara melalui pajak yang dibayarkan perusahaan.
  • Membantu menciptakan dan membuka kesempatan kerja .

3.    Rumah Tangga Pemerintah
Rumah tangga pemerintah meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam menjalankan roda perekonomian, rumah tangga pemerintah tentunya memiliki peran yang tidak kalah penting dibandingkan RTK dan RTP. Adapun peranan rumah tangga pemerintah dalam kegiatan ekonomi meliputi hal berikut ini.
  • Mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi
  • Meningkatkan kesempatan kerja
  • Mengendalikan tingkat harga dan inflasi
  •  Dapat bertindak sebagai pembeli dan penyedia di pasar barang dan jasa
  • Menarik pajak langsung maupun pajak tidak langsung
  • Membangun fasilitas umum dari hasil pajak
  • Mendorong pemerataan pendapatan masyarakat.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitasnya

4. Rumah Tangga Luar Negeri
Adapun peran dan fungsi rumah tangga luar negeri adalah melakukan kegiatan ekspor impor, pertukaran tenaga kerja, melakukan investasi di dalam negeri, memberikan bantuan dan pinjaman luar negeri, membayar pajak langsung maupun pajak tidak langsung kepada pemerintah.
Diagram Siklus Antarpelaku Ekonomi (Circular Flow Diagram)
Interaksi antar pelaku ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram Sikius Antarpelaku Ekonomi. Diagram siklus interaksi merupakan sebuah model yang menggambarkan bagaimana interaksi para pelaku ekonomi menghasilkan pendapatan yang digunakan sebagai pengeluaran dalam upaya memaksimalkan nilai kegunaan setiap para pelaku ekonomi.
Diagram siklus antar pelaku ekonomi merupakan model sederhana untuk menganalisis kegiatan ekonomi. Model ekonomi sederhana yang dapat digambarkan dengan Circular Flow Diagram, yaitu sebagai berikut.

1.    Model Ekonomi Tertutup
Model ekonomi tertutup terdiri atas tiga rumah tangga pelaku kegiatan ekonomi, yaitu Rumah Tangga Konsumen (RTK), Rumah Tangga Produsen (RTP), dan Rumah Tangga Pemerintah (RTG). Dalam Circular Flow Diagram dijelaskan mengenai diagram aliran pendapatan pada perekonomian tertutup yang hanya melibatkan tiga pelaku kegiatan ekonomi kegiatan. Untuk lebih jelasnya perhatikan Bagan berikut.


Berdasarkan Bagan dapat dilihat perekonomian tertutup sektor rumah tangga konsumen akan menjual faktor produksi pada sektor produsen agar memperoleh pendapatan. Dalam hal ini, sektor rumah tangga konsumen akan memberikan faktorproduksi seperti tanah, tenaga kerja, modal atau keahlian pada perusahaan. Sebagai balasan atas faktor produksi yang dibérikan oleh sektor rumah tangga konsumen, sektor produsen akan memberikan balas jasa berupa sewa untuk tanah, upah atau gaji bagi tenaga kerja, bunga atau sewa untuk modal dan keuntungan bagi keahlian. Kemudian, rumah tangga pemerintah (RTG) menggunakan pendapatan dan pajak untuk membeli barang dan jasa dan pasar faktor produksi dari rumah tangga produsen. Barang dan jasa tersebut dipergunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2.    Model Ekonomi Terbuka
Model ekonomi terbuka terdiri atas empat rumah tangga, yaitu Rumah Tangga Konsumen (RTK), Rumah Tangga Produsen (RTP), dan Rumah Tangga Pemerintah (RTG), dan Rumah Tangga Luar Negeri (RTLN). Untuk lebih jelasnya perhatikan Bagan berikut.

Berdasarkan Bagan  dapat dilihat dalam perekonomian terbuka hampir semua negara di dunia pada saat ini melakukan interaksi dengan negara lain sehmgga interaksi ekonomi juga melibatkan sektor luar negeri. Sektor rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen. dan rumah tangga pemerintah merupakan perekonomian domestik. Perekonomian dikatakan tertutup (closed economy) jika tidak melakukan intèraksi dengan sektor luar negeri. Adapun perekonomian suatu negara dikatakan terbuka (open economy) apabila terjadi interaksi dengan sektor luar negeri yang ditandai dengan adanya mekanisme ekspor dan impor.
Manfaat Siklus aliran pendapatan (circular flow diagram)
Pelaku ekonomi dalam kegiatan ekonomi akan saling berinteraksi yang membentuk arus tingkaran, yang terlihat posisi uang dan barang / jasa. Keterlambatan salah satu faktor dalam arus lingkaran akan mempengaruhi ants uang, barang/jasa, dan faktor produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pelaku ekonomi dapat mempelajari dan memahami tentang circular flow diagram.
Manfaat Siklus aliran pendapatan bagi masyarakat yaitu:
  1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban masyarakat
  2. Mengetahui jenis pekerjaan yang bisa dilakukan masyarakat
  3. Untuk memperluas wawasan.
Manfaat siklus aliran pendapatan bagi pemerintah yaitu:
  1. Menganalisis aliran uang dan barang dalam kegiatan ekonomi nasional
  2. Mengawasi dan mengatur keseimbangan kebutuhan akan barang dalam negeri dengan arus barang dan uang dari luar negeri
  3. Menentukan pola pembangunan nasional
  4. Mengetahui perhitungan dan distribusi pendapatan dan produk nasional serta perhitungan pendapatan nasional dan RAPBN ternasuk kebijakan kebijakannya
  5. Mengetahui gambaran tentang arus investasi dan dana pembangunan dan dalam atau luar negeri
  6. Mengawasi devisa negara terhadap neraca pembayaran luar negeri
  7. Mengetahui hak dan kewajiban negara terhadap pelaku ekonomi lainnya
  8. Mencari bentuk atau struktur ekonomi nasional dengan perkembangan globalisasi ekonomi
  9. Mengetahui sumber-sumber penerimaan negara terutama yang berasal dan pajak
  10. Menjalin hubungan kerjasama internasional dengan negara lain.



ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) EKONOMI BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 21, 22 DAN 23 TAHUN 2016

ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) EKONOMI BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 21, 22 DAN 23 TAHUN 2016
(MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI SEMESTER 1)

1.    Standar Isi (Permendikbud No 21 Tahun 2016)

Pada RPP mata pelajaran ekonomi kelas XI semester 1, terdiri dari beberapa bagian:
a.    Kompentensi Inti
Kompetensi inti terdiri dari sikap spiritual, sikap sosial, keterampilan dan pengetahuan
b.    Kompetensi Dasar
Perumusan Kompetensi Dasar yang dimuat dalam RPP telah sesuai dengan standar isi yang ditetapkan oleh pusat kurikulum dan perbukuan.
Secara keseluruhan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam RPP sudah sesuai dengan standar isi pada mata pelajaran ekonomi kelas XI yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Permendikbud No 21 Tahun 2016.

2.    Standar proses (Permendikbud No 22 Tahun 2016)
Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.  Standar proses pembelajaran disajikan dalam Silabus dan RPP. Pada Silabus dan RPP dicantumkan identitas nama sekolah, mata pelajaran, kelas /semester dan alokasi waktu, untuk penutup RPP ditanda tangani oleh guru mata pelajaran dan diketahui kepala sekolah. Pada RPP mata pelajaran Ekonomi kelas XI, terdiri dari dari beberapa bagian:
a.    Kompetensi inti
b.    Kompetensi dasar dan Indikator
c.    Tujuan pembelajaran
d.    Materi pembelajaran
e.    Model/ metode pembelajaran
f.    Alat dan sumber pembelajaran
g.    Kegiatan pembelajaran
h.    Penilaian
1.    Teknik
a)    Pengamatan Sikap
b)    Penilaian Sikap
c)    Penilaian Psikomotor
d)    Penilaian Diskusi / Kelompok
e)    Penilaian Kognitif (Tes Tertulis)
2.    Bentuk Instrumen
a)    Lembar Pengamatan Sikap
b)    Rubrik Penilaian Sikap
c)    Tabel Penilaian Psikomotor
d)    Lembar Penilaian Diskusi
e)    Tes tertulis uraian
Secara keseluruhan standar proses yang dipaparkan dalam RPP sudah memenuhi standar proses yang ditetapkan pemerintah dalam Permendikbud No 22 Tahun 2016.

3.    Standar proses (Permendikbud No 23 Tahun 2016)
    Standar Penilaian adalah penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam RPP di paparkan teknik penilaian hasil belajar serta instrumen penilaian hasil belajar yang terdiri dari:
a.    Pengamatan sikap peserta didik menggunakan lembar pengamatan sikap
b.    Penilaian sikap peserta didik menggunakan rubrik penilaian sikap
c.    Penilaian psikomotor peserta didik menggunakan tabel penilaian psikomotor
d.    Penugasan kelompok menggunakan lembaran penilaian diskusi
e.    Tes tertulis (uraian), penilaian dilakukan dengan mengevaluasi jawaban peserta didik dalam tes, dimana sebelumnya guru telah membuat soal berbentuk uraian evaluasi soal yang telah digambarkan dalam RPP.
Peserta didik dianggap telah mencapai ketuntasan hasil belajar apabila sudah memenuhi standar pembelajan yang dinyatakan dalam pencapaian KKM.
Secara keseluruhan standar penilaian dalam RPP sudah sesuai dengan dengan peniaian mata pelajaran ekonomi kelas XI , yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Permendikbud No 23 tahun 2016.

Kecerdasan Emosional Siswa

Psikologi Pendidikan
KECERDASAN EMOSIONAL 


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang


Emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yaitu kognitif (daya pikir) dan psikomotorik, emosi atau yang sering disebut aspek afektif, merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia. Namun tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi dalam proses belajar dan pembelajaran. Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep baru dalam dunia psikologi ataupun didalam pendidikan, jauh sebelumnya Thorndike telah mengungkapkan mengenai social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.

Terdapat  beberapa pendapat yang mengatakan kecerdasan emosional memiliki peran yang penting bagi kesuksesan hidup seseorang. Menurut Goleman (2009:44) mengungkapkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang setinggi-tingginya 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sisanya 80% lainnya diisi salah satunya oleh kecerdasan emosional. Jadi untuk menjadi pribadi yang sukses tidaklah cukup hanya mengandalkan intelektual, kecerdasan emosional juga perlu dimiliki oleh tiap individu.

Dalam proses belajar siswa, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi bekerja saling melengkapi. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai terlihat menjadi seperti orang bodoh. Menurut Goleman (2001) dalam Naderi (2008) tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum menemukan hubungan yang kuat dan positif antara kecerdasan dan prestasi akademik. Dengan demikian, kecerdasan emosi mempengaruhi kesuksesan siswa dan dapat menyebabkan perbedaan prestasi belajar antara siswa satu dengan yang lainnya. Pada hakikatnya kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain.

1. 2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari kecerdasan emosional?

2.      Apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional?

3.      Apa saja yang terdapat pada aspek-aspek kecerdasan emosional?

4.      Jelaskan ciri-ciri dari seseorang yang memiliki kecerdasan emosional?

5.      Apa saja keuntungan memiliki kecerdasan emosional yang memadai?


1. 3 Tujuan

1.      Mengetahui pengertian dari kecerdasan emosional

2.      Mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi kecerdasan emosional

3.      Mengetahui aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosional

4.      Memahai ciri-ciri dari seseorang yang memiliki kecerdasan emosional

5.      Memahami keuntungan memiliki kecerdasan emosional yang memadai


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Shapiro, (1997: 8) himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. 

Sedangkan menurut Dusek dalam Casmini (2007: 14) Inteligensi atau kecerdasan dapat didefinisikan melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.

Dan menurut Goleman (2009: 45) kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain.

2.2   Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosi juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting penunjangnya. Menurut Goleman (Casmini, 2007: 23-24) ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain :

a.              Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang. Setiap manusia akan memiliki otak emosional yang di dalamnya terdapat sistem saraf pengatur emosi atau lebih dikenal dengan otak emosional. Otak emosional meliputi keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan keadaan lain yang lebih kompleks dalam otak emosional.

b.             Faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal kecerdasan emosi adalah faktor yang datang dari luar dan mempengaruhi perubahan sikap. Pengaruh tersebut dapat berupa perorangan atau secara kelompok. Perorangan mempengaruhi kelompok atau kelompok mempengaruhi perorangan. Hal ini lebih memicu pada lingkungan.

2.3  Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional

Menurut Daniel Goleman (2005: 58-59) Aspek-aspek Kecerdasan Emosi yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai berikut :

a.       Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi diri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

b.      Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.

c.       Memotivasi diri sendiri

Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan.Mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di segala bidang.

d.      Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesadaran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu kemampuan mengenali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain. Menurut Goleman (2005: 59) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh oaring lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e.       Membina hubungan dengan orang lain

Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Menurut Goleman (2005: 274) ada tujuh unsur kemampuan anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah:

a.       Keyakinan

Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.

b.      Rasa ingin tahu

Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.

c.       Niat

Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.

d.      Kendali diri

Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali batiniah.

e.       Keterkaitan

Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.

f.       Kecakapan berkomunikasi

Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat dengan orang lain, termasuk orang dewasa

g.      Koperatif

Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa.

Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik, akan mempermudah peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.

2.4  Ciri-Ciri Seseorang Memiliki Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2007) orang yang secara emosi cakap adalah orang yang dapat mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif.

Adapun Jack Block (dalam Goleman, 2007) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa:

a.    Kaum pria yang tinggi kecerdasan emosinya, secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral; mereka simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka. Kehidupan emosi mereka kaya, tetapi wajar; mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya.

b.   Kaum wanita yang cerdas secara emosi cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, dan memandang dirinya secara positif; kehidupan memberi makna bagi mereka. Sebagaimana kaum pria, mereka mudah bergaul dan ramah, serta mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar; mampu menyesuaikan diri dengan beban stres. Kemantapan pergaulan mereka membuat mereka mudah menerima orang-orang baru; mereka cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka terhadap pengalaman sensual.

Berdasar uraian di atas, maka ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosi secara umum adalah mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu, baik pria maupun wanita yang cerdas secara emosi, mereka mudah bergaul dan ramah, mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar, mampu menyesuaikan diri dengan beban stres, mudah menerima orang-orang baru, cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka terhadap pengalaman sensual.

2.5     Keuntungan Memiliki Kecerdasan Emosional Yang Memadai

Menurut Yen, dkk. (2003) kecerdasan emosi memberi informasi penting yang menguntungkan. Umpan balik dari hati ini dapat memunculkan kreativitas, bersifat jujur mengenai diri sendiri, menjalin hubungan yang saling mempercayai, memberikan panduan nurani bagi hidup dan karier, membantu menghadapi kemungkinan yang tidak terduga, dan dapat menyelamatkan diri dari kehancuran. Kecerdasan emosi juga menuntut manusia untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri dan orang lain dan bisa memberi tanggapan yang tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Suharsono (2001), keuntungan seseorang memiliki kecerdasan emosi secara memadai adalah:

a.       Kecerdasan emosi jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri, sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh, yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

b.      Kecerdasan emosi bisa diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk.

c.       Kecerdasan emosi adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan, dalam bidang apapun juga.

Menurut Uno (2006) menyebutkan kegunaan emosi adalah untuk bertahan hidup dan mempersatukan semua manusia. Adapun Martin (2003) menyebutkan manfaat emosi adalah sebagai pembangkit energi, messenger (pembawa pesan), reinforcer (memperkuat pesan atau informasi yang disampaikan), dan balancer (penyeimbang kehidupan)


BAB III
PENUTUP

3. 1   Kesimpulan
Kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain. Seorang siswa yang memiliki kecerdasan emosional secara umum adalah yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Oleh sebab itu maka penting bagi guru dan sekolah untuk lebih memperhatikan aspek afektif (kecerdasan emosional) dalam proses belajar dan pembelajaran karena hal ini juga berpengaruh terhadap kesuksesan seorang siswa ketika nanti setelah memasuki dunia kerja terjun ke masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Casmini. 2007. Emotional Parenting. Yogyakarta :PilarMedika.

Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. (Alih bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan Alex Tri Kantjono. 2005. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Goleman, Daniel. 2007. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2009). Emitional Intelligence. Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. (Terjemahan T. Hermaya). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.

Martin,          A.D. 2003. Emotional Quality Management Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta: Arga.

Naderi, H., Abdullah, R., Hamid, T. A., Sharir, J. 2008. Intelligence and Gender as Predictors of Acedemic Achievement among Undergraduate Students. European Journal of Social Sciences, 7, 2.

Shapiro, L. E. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. (Alih bahasa: Alex Tri Kantjono). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suharsono. 2001. Melejitkan IQ, IE, dan IS. Jakarta: Inisiasi Press.

Uno, H. B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Yen, I., Tjahjoanggoro, A.J., Atmadji, G. 2003. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Kerja Distributor Multi Level Marketing (MLM). Anima Indonesian Psychological Journal, 18, 2, 187-194.

Blog Archive